“Siap dan tenanglah (sabar) atas apa pun yang menimpamu karena itu menjadi kemestian bagi orang hidup.” (QS. Luqman: 17)
Agar kita dapat bersabar dan menjadi penyabar yang disayang Allah, kita harus melakukan olah rasa agar perasaan mampu melawan kejadian yang tidak kita harapkan sehingga dapat kita kendalikan yanh akan menumbuhkan rasa menerima dan ridha, yaitu dengan keberanian untuk menelan yang pahit, yang getir, yang asam atau pun juga yang pedas sekalipun.
Karena hal yang demikian itu merupakan kewajiban yang harus kita terima, sebagaimana firman Allah diatas.
Dengan kepandaian mengolah rasa akan menguatkan asa. Dengan menguatnya asa, semua yang pahit menjadi sirna dan tidak ada lagi yang dapat mengiris hati kita.
Contohnya ialah: bila sekelompok orang ramai memperbincangkan keburukan atau aib diri kita (ghibah), setelah kita mendengar adanya gosip-gosip itu sebaiknya kita berhenti sejenak, kemudian merenung, mengingat-ingat apa yang mereka gosipkan itu. Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah benar saya melakukan apa yang mereka gosipkan itu?”.
Bila kenyataannya memang benar kita melakukan sebagian yang digosipkan dan sebagian lagi adalah tambahan fitnah, maka gosip gosip itu merupakan sanksi hukum atau hukuman yang dipercepat di dunia. Insya Allah kelak di akhirat akan mendapat ampunan. Oleh karena itu, kita tidak perlu bersedih atau marah, karena hal itu menguntungkan kita. Daripada kita marah, membalas atau menyerang mereka, kita akan mendapat kesulitan dengan merambah bahaya yaitu melakukan Dosa, bahkan menambah kesulitan, dan kita akan menjadi pencela, pemaki, sama seperti mereka. Sedangkan sikap seperti itu sangat dibenci Allah. Pahamilah firman Allah berikut ini:
“Celaka bagi pemaki dan pencela." (QS. Al-Humazah: l)
Itu adalah ciri penghuni neraka, yang suka memakan 'daging bangkai' orang lain karena umpatan-umpatannya. Oleh karena itu, lebih baik kita ridha saja, dengan ridha kita menjadi penyabar, karena Allah sayang kepada orang yang penyabar. Biarlah dibenci banyak orang, asal disayang pencipta orang.
Bila yang digosipkan tentang kita itu tidak benar, fitnah semata, itu berarti kita mendapat pahala kebajikan atau pahala ibadah tanpa berbuat.
Ingatlah tentara Iblis akan berusaha menipu daya orang lain yang berhati kosong dan lemah untuk memusuhi kita terutama disaat kita sering melakukan amar ma'ruf nahi munkar, ya disaat kita mengajarkan kebajikan untuk sesama.
Maka kita akan mendapatkan hasanah sebesar pahala umroh, tanpa berumroh, bahkan mungkin lebih besar lagi, tergantung apa yang digosipkan atau banyaknya yang digosipkan dan berapa besar sabar yang ridha dalam dada kita. Coba kita bayangkan, betapa kita lelah dan letih melakukan umroh dengan tenaga dan biaya yang besar. Kini hanya dengan mengolah rasa, mengubah pikir dan pola, menekan nafsu, kemudian menyambung cita rasa kepada Allah, kita akan menjadi tenang dan menerima kejadian pahit dengan dada lapang, dada yang bersih dari dendam dan benci. Dan hati kita tersenyum, wajah kita ceria, pahala bertambah. Allah memandang dengan mata kasih, nikmat dalam hati rasanya, tenang semuanya. Alhamdulillah.
Tidak mungkin bahagia tanpa kebeningan hati. Bahagia sudah ada dalam lubuk hati, namun tertutup oleh karat bekas maksiat dan kesombongan.
Sesungguhnya surga dunia itu ada dalam hati manusia. Itulah hasanah dunia, dan siapa pun yang mendapat surga hasanah dalam hati, dialah yang akan mendapatkan surga di akhirat kelak.
Untuk mendapatkan hasanah duniawi, kita hanya bermodal membersihkan lahan tempat hasanah itu bersemayam, yaitu pikiran dan perasaan yang bening.
Allah berfirman dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 88-89: “Pada hari yang tidak berguna harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.”
Selamat mencuci hati....
Kang Jay
Oleh | Jayadiningrat |
Ditulis | Aug 9 '20 |
Dinding Komentar