Jangan terlalu percaya pepatah lama: “kumpulkan uang yang banyak, nanti jodoh bakal datang sendiri dan kamu bahagia selamanya.” Di tempo doeloe itu masih valid karena hubungan semuanya diatur dan diurus keluarga. Tugas kita hanya perlu mencari uang sebanyak-banyaknya, setelah itu keluarga yang turun tangan mencarikan jodoh kita, beres!
Ingat waktu itu kontrol sosial sangat ketat. Perceraian dianggap aib bagi keluarga. Jadi meskipun hubungan berjalan berat, ribet, dan penuh masalah, suami dan istri zaman dulu bakal BERUSAHA MEMPERBAIKI hubungan. Sangat berbeda dengan sekarang yang jika ada masalah, maka bisa dengan mudah mengajukan cerai dan beban sosialnya tidak seberat dulu. Ngapain malu? ama tetangga kanan kiri aja kagak kenal.
Orang-orang zaman doeloe tidak banyak tahu tentang cinta, tapi kontrol sosial MEMAKSA mereka untuk belajar dan beradaptasi, sekaligus “mengecam” perceraian. Mereka sebisa mungkin menghindari perceraian daripada harus mempermalukan diri dan keluarga. Sehingga cerai sama sekali bukan opsi. Opsinya menekankan bertahan, bertahan, dan bertahan bahkan sampai MATI.
Sementara orang-orang zaman now yang menitikberatkan pada kesuksesan finansial membuat orang-orang jadi manja. Susah sedikit, langsung menyerah, ajukan perceraian dan ganti pasangan lain yang lebih mapan!.
Jika dari kecil ditekankan hanya mencari uang saja supaya kaya, menikah, dan hubungan cinta otomatis bahagia, maka wajar ketika dewasa banyak yang tidak mengerti apa pun selain mencari uang. Jadi ketika ada masalah rumah tangga, apa yang bakal kita lakukan?. Tentu saja kita akan mencoba menyelesaikan, menutupi, mengalihkan masalah itu dengan uang. Pasangan marah karena Kita kurang perhatian? Jangan-jangan karena uang bulanannya kurang, jadi ayo kumpulkan uang yang banyak biar dia tidak marah lagi. Pasangan selingkuh? Pasti karena selingkuhannya lebih kaya, jadi ayo kumpulkan uang lebih banyak biar pasangan tidak selingkuh lagi.
Uang memang solusi dari banyak masalah, tapi uang bukan solusi semua masalah. Ibarat, parasetamol memang bisa meredakan banyak penyakit, tapi Anda tidak bisa menggunakannya untuk mengobati tumor dan kanker. Lalu kalau setelah dicekoki banyak uang ternyata masalah tidak juga selesai, ya tinggal cerai sajalah. Tidak ada aktivitas bekerja sama menyelesaikan masalah dan berdiskusi bersama pasangan. Akhirnya tidak ada pelajaran yang kita ambil dari hubungan yang rusak. Kalaupun kita menjalani hubungan yang baru, kita seperti memutar kembali roda masalah itu lagi dan lagi. Banyak saudara saya masuk dalam lingkaran setan ini.
Di zaman orangtua kita, kemapanan finansial itu jadi penonggak keharmonisan karena ada kontrol sosial yang memaksa mereka untuk tetap bersama. Perut kenyang semua bahagia, bahkan seperti ayah saya yang punya banyak istri. Namun, di zaman sekarang, kontrol sosial sudah banyak berubah menjadi tidak seketat dulu dan banyak perubahan di sana-sini.
Bukan berarti kita harus masa bodo dengan kemapanan dan menolak sukses finansial. Namun manajemen keuangan dan manajemen hubungan keduanya saling berhubungan. Yang pertama membiayai yang kedua, yang kedua memaknai yang pertama. Jika kita melalaikan keuangan, maka kita tidak akan bisa membiayai hubungan. Mau bagaimanapun, hubungan juga memakan biaya seperti biaya hidup berdua, rumah, pendidikan anak, dan sebagainya.
Hanya saja jika kita dan pasangan hanya mengerti soal kemapanan saja ketika menjalani hubungan cinta, maka siap-siap hubungan kita melangkah lebih dekat ke jurang perceraian.
Sehingga sedikit nasehat untuk pria, jangan terlalu menghambakan meraih kemapanan baru menikah, namun menyeimbangkannya dengan mencari pasangan yang pas. Tidak harus menjadi sukses dulu, yang tentu banyak wanita yang mau, namun tahukah kita pria tentang ketulusan wanita?. Sehingga jika mencarinya bersamaan dengan mencari kemapanan maka pada saat menemukan wanita yang pas, bukankah akan lebih menarik jika bersama-sama melanjutkan perjalanan meraih kemapanan. Bukankah itu salah satu penguat sebuah keluarga? baik saat susah maupun senang di kemudian hari.
Sedangkan nasehat untuk wanita, mendapatkan pria mapan memang menarik namun ada kalanya susah seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Sedangkan mendapatkan pria yang berpotensi mapan lebih mudah didapat. Toh seperti dijelaskan diatas bahwa uang bukan sumber utama kebahagiaan. Namun berjuang bersama meraih keluarga samawa itulah sumber utama kebahagiaan.
Kang Jay
Dirangkum dari berbagai sumber di Internet dan opini penulis.
Dinding Komentar