Kita mungkin menyesal atau bahkan memandang orang-orang itu dengan perasaan iri. Namun, jauh di dalam hati kita tahu bahwa karena pilihan kita sendirilah maka kita sampai di tempat kita sekarang dan menjalani hidup yang kita jalani ini.
Tetapi bahkan kalaupun kita tidak bisa atau tidak berani melakukan perubahan dramatis dalam hidup kita agar dapat mengejar dorongan hati dan keinginan kita, seperti meninggalkan pekerjaan, bertualang dan pergi ke mana pun kaki membawa, kita masih dapat mengambil langkah-langkah untuk memastikan agar kita tidak tersesat terlampau jauh dari impian masa kecil yang kita pendam di dalam dada.
Dengan begitu kita tak lagi bertanya-tanya ke mana perginya waktu atau apa saja yang telah kita capai.
Alih-alih ingin jadi orang penting atau mencapai berbagai hal yang hebat, impian saya sejak kecil hanyalah hal-hal kecil dengan tujuan yang jelas dan jadwal yang pasti. Di antara tujuan dan keinginan, saya mencoba menempatkan diri dalam situasi yang membawa saya ke jalur menuju sasaran itu.
Misalnya, saya bermimpi bisa tinggal di pedesaan Jogja. Saya suka Jogja, aroma dan suasana saat berada di sana, bukan sebagai turis tetapi sebagai seseorang yang merasa betah tinggal di sana. Dan saya ingin itu segera menjadi kenyataan. Bukan suatu hari kelak dalam hidup saya ketika saya sudah menjalani hidup yang membosankan.
Akhirnya saya memberanikan diri ke bigbos untuk minta penempatan di cabang Jogja, karena tujuan saya adalah menjalani hidup sebagai warga Jogja, saya tidak menghabiskan waktu dengan ngantor saja, tetapi dengan bergaul di warung-warung sego bercengkerama dengan tukang becak dan kuli, menyusuri pematang sawah pingiran sungai, menapaki jalan-jalan sempit namun mulus di Jogja berbekal nasi kucing, menyusuri gunung dan pantai Jogja yang eksotis.
Saya merasa selama masa tinggal di Jogja itu terasa sebagai salah satu tahun paling menyenangkan dalam hidup saya. Dan saya tahu pasti di mana saja momen-momen itu.
Saya juga tidak bermimpi untuk memiliki berbagai benda, menjadi orang penting atau sukses dalam karier atau apa pun, tujuan saya terutama adalah menghimpun pengalaman dan melakukan berbagai hal yang membuat saya tertarik ketika itu.
Seperti tukang jalan-jalan hemat yang kebetulan saya bekerja sebagai tour guide, yang bisa membuat saya ke berbagai tempat, dengan budget kantor atau budget sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan saya saat itu. Atau keinginan untuk mengkoleksi souvenir2 dari setiap kota atau negara yang saya kunjungi, yang membuat saya mulai menjadi penggila pernak-pernik itu.
Adakalanya berbagai dorongan impusif menjauhkan kita dari tempat kita semula, namun karena sasaran kita adalah selalu melihat ke depan, ke proyek berikutnya, ke minat berikutnya, dan ke kesempatan berikutnya yang tertangkap mata, maka kita akan jarang menyesali yang telah lewat. Sejauh ini saya pun sangat senang bisa terus melanjutkan hidup dan melepaskan masa lalu tanpa banyak penyesalan dan rasa kehilangan. Malah saya merasa percaya diri bahwa apa pun yang ada di depan akan lebih baik dan lebih menarik lagi.
Karena sasaran kita akan selalu ada di depan kita, bukan pada masa lalu. Dan sasaran itu adalah target-target yang perlu kita capai dengan melaksanakannya secara nyata, bila kita memang ingin menjalani hidup yang membahagiakan. Sasaran itu mestinya tidak hanya menjadi pemikiran penuh harapan yang samar-samar, sebuah MUSIK LATAR dalam kehidupan kita, sementara kita sibuk melakukan sesuatu yang lain yang SAMA SEKALI berbeda.
Dengan demikian, di mana pun kita kini berada dan pada usia berapa pun, kita akan tahu pasti apa yang telah kita lakukan dan capai, dan hidup ini akan menjadi penuh warna, pengalaman, dan berbagai hal yang dicapai tanpa rasa bersalah atau PENYESALAN.
Kang Jay
Bicara keseharian kita. Mungkin kita suka merasa hebat punya banyak kegiatan ini itu, memulai proyek-proyek baru dan selalu punya kesibukan untuk dikerjakan. Kita merasa berarti, sibuk, dan bertanggung jawab atas sesuatu.
Bahkan kita sering menilai diri sendiri dari seberapa sibuk kita. Begitu pula dengan orang lain. Bila kita melihat orang lain tidak melakukan apa pun, kita berasumsi bahwa orang-orang itu sedang tidak menjalani hidup yang memuaskan dan menyenangkan. Mereka tidak menjadikan diri mereka berguna atau memberikan sumbangan kepada masyarakat dan dunia ini.
Karena itu, berdiam diri, bahkan dalam situasi yang mengizinkan kita untuk tidak bekerja terlalu keras atau terlalu lama, adalah situasi yang tak tertanggungkan dan tidak kita inginkan. Kita merasa lebih baik bekerja berjam-jam, selalu mengerjakan sesuatu, dan menggarap lebih banyak lagi proyek hingga kita tak lagi punya waktu dan tenaga untuk mengerjakannya.
Dan di dalam yang demikian itu sungguh banyak nilai kebajikannya. Mempunyai pekerjaan dan mengembangkan karier memberi kita tujuan dan makna hidup serta menyediakan jalan bagi kita unt mencari nafkah. Kita berbangga hati karena bergabung dengan suatu perusahaan dan atau menjalankan bisnis atau membuka usaha jasa.
Kita mengisi hari-hari kita dengan berbagai kesibukan. Agenda harian kita penuh dengan rapat, tenggat, dan berbagai target capaian. Pikiran kita penuh dengan ide, rencana, dan strategi. Juga merupakan sarang rasa frustrasi, penyesalan, dan kekesalan.
Sejak pagi hingga malam, kita terus-menerus sibuk. Bahkan di rumah pun pikiran kita masih sibuk dengan sisa-sisa masalah di kantor. Sementara akhir pekan kita gunakan untuk mengejar ketinggalan berbagai proyek yang belum selesai atau untuk mereka proyek-proyek baru.
Dan kita tidak berhenti sampai kita merasa kelelahan dan dipaksa untuk istirahat, mau atau tidak mau. Karena tubuh sudah amat lelah dan pikiran tak lagi berfungsi.
Seorang teman dari Australia, mengatakan kepada saya bahwa musuh terbesar orang-orang yang sibuk bekerja adalah stres.Yang dimaksudkan stres bukanlah dari pekerjaan itu sendiri, melainkan stres dari proses bekerja yang terus-menerus tanpa membiarkan diri beristirahat sesekali.
Memang, banyak pegawai yang ingin berprestasi tinggi merasa perlu terlihat bekerja keras dan lembur. Itu membuat mereka tampak profesional dan merasa penting. Mereka bangga bila tidak menyempatkan istirahat, serta menganggap orang-orang yang pulang lebih awal dan menikmati liburan sebagai orang-orang yang tidak memiliki ambisi dan komitmen terhadap pekerjaan mereka.
Namun, menurut dia, mereka yang tahu cara berdamai dengan diri sendiri sesungguhnya bisa bekerja dengan lebih baik dan dengan hasil yang lebih baik. Mereka juga bertahan lebih lama dalam pekerjaan mereka karena mereka tidak mudah kalah oleh penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan stres dan ketidakmampuan menyeimbangkan kehidupan. Mereka yang gila kerja mungkin terlihat tak terkalahkan sekarang, tetapi ketika mencapai usia empat puluh atau lima puluh, mereka akan membayar adiksi mereka dengan kesehatan yang buruk dan tubuh yang aus akibat terlalu lama disalahgunakan. Saya teringat dengan sepupu saya hampir seusia, seorang akuntan di depkeu, meninggal karena kelelahan dan serangan jantung. Sebenarnya dia sudah lama merasa jantungnya sakit namun suka diabaikan karena kesibukan. Bekerja dan pulang jam 10 malam, menjalani bertahun-tahun.
Kita mungkin merasa bahwa kita kuat dan bisa menanggungkan stres dan tekanan sebanyak apapun. Namun tak lama beban itu pasti menjadi semakin berat dan semakin sulit dipikul.
Teman saya menyamakannya dengan mengangkat sebuah cangkir. Cangkir itu ringan dan mudah dipegang. Tapi cobalah menahan cangkir itu di udara selama beberapa menit, maka tangan kita akan mulai terasa pegal. Setelah beberapa saat lengan kita akan mulai bergetar. Cangkir itu makin berat dan makin berat saja setiap menit. Mustahil seseorang dapat menahan memegang cangkir selama sejam tanpa merasa pegal atau semacamnya.
Karena itu, kendati cangkir itu ringan. adalah konyol untuk memegang dan menahannya terus-menerus . Dan kita tak perlu mencobanya pula. Begitu bebannya terasa terlalu berat dan mulai membuat pegal, yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah meletakkan cangkir itu sejenak dan rehat. Dengan begitu kita membiarkan lengan kita relaks sejenak dan menghimpun kembali tenaga kita. Bila sudah siap, kita dapat mengangkatnya lagi, dan cangkir itu akan terasa ringan dan mudah diangkat.
Pada waktu kita rehat dari apa pun yang sedang kita lakukan atau khawatirkan, itu sama dengan meletakkan cangkir sejenak. Alih-alih menambah beban dan stres, kita memberi kesempatan pada pikiran dan tubuh kita untuk merasa relaks dan melepaskan diri kita dari beban maupun stres.
Jadi ketika kita kembali menekuni pekerjaan kita, kita dapat menanggungnya lagi dengan mudah dan dengan pikiran yang jernih. Dengan demikian bukan hanya kualitas pekerjaan kita yang akan meningkat, kita pun akan tetap jauh lebih sehat sampai masa-masa mendatang.
Kang Jay
Dah lama ga bikin blog atau komen di blog member. Skr lebih banyak jd silent reader sama mantau yg mampir ke profile. Salam buat yg pernah mampir dan sobat" lawasku. #seriuscariyangserius
Urusan kemudian kejadian apa enggak urusan belakangan.
Dibayangin aja dulu kuys
Eeehh....jomblo yang belom pernah punya mantan ikutan halu aja dulu gak papa kok, itung-itung latihan