1). Seseorang yang belum sembuh atau masih terikat sama masa lalunya. Karena mungkin pada akhirnya kita yang akan sakit juga
2). Seseorang yang tidak jelas dengan perasaannya. Tidak ada yang namanya “yaudah lah jalanin aja dulu”. Setiap keputusan, pasti punya konsekuensinya masing-masing. Banyak orang yang jadi rusak karena menjalani sebuah hubungan yang tidak memiliki tujuan yang jelas.
3). Seseorang yang tidak bisa mengontrol emosinya. Secara verbal maupun fisik
4). Seseorang yang egois. Orang yang mementingkan dirinya sendiri, yang memberikan waktunya sesuai dengan perasaan dan mood nya.
5). Seseorang yang selalu ngeluh dan nyalahin orang lain. Dia merasa lebih baik ketika orang lain setuju dengan pandangan/opininya
6). Seseorang yg belom siap komit, yang gamau merelakan waktunya dan kebiasaan2 buruknya.
7). Seseorang yang membawa kita ke ranjang dan bukan membawa kita semakin dekat kepada Allah
Kita itu layak mendapatkan seseorang yang akan menghargai kita sebagai anugerah terindah yang diberikan Allah kepada kita
*Tulisan dr. Abah*
Tahukah anda bahwa di tahun 60-an GDP per capita kita dan Korea tidak banyak berbeda. Kondisi politik pun mirip2,x mereka juga baru merdeka dari penjajahan. Bahkan dengan minimnya sumber daya alam mereka lebih parah lagi. 60 tahun kemudian, mereka menjadi negara industri. Samsung melibas banyak perusahaan Jepang di banyak lini. Industri semiconductor dengan proses produksi yg super modern merajai pasar dunia. Kita masih berkutat di industri padat karya, itu pun nggak pernah sepi dari demo buruh.
Ada banyak faktor yg menyebabkan beda ini. Salah satunya, pendidikan kita gagal utk mengajarkan cost & value of excellence. Pekerjaan dinilai dari "selesai" nya bukan "excellence"nya.
Saya beri satu contoh yg sederhana: tukang kebun yg diminta utk menyiran tananam. Tukang kebun yg asal kerja, akan merasa tugasnya sudah selasai kalau tanamannya basah tersiram. Dia tidak peduli akan mutu dan masa depan tanamannya, karena instruksinya adalah menyiram dan itu sudah dilakukannya. Tukang kebun yg peduli pada excellence, akan berpikir lebih dalam. Utk apa dia diperintah menyiram ? Dia diperintah menyiram bukan utk membasahi tanamannya tapi utk kesejahteraan tanamannya. Kalau itu pohon buah, ekspektasinya adalah di masa depan pohon itu akan produksif. Dia akan berpikir lebih jauh dari sekedar instruksinya. Dia tidak akan menyiram tanamnya sehabis hujan lebat, dia juga akan belajar waktu yg teroptimal utk menyiram tanamnya. Dia juga akan belajar bahwa jenis tanaman yg berbeda membutuhkan cara perawatan yg berbeda. Ini beda orang yg mempunyai pride dalam tugasnya dan yg tidak. Hasilnya tidak akan tampak secara instant, mungkin baru akan tampak beberapa tahun kedepan. Tapi pasti tampak. Ini beda kita dan Korea.
Contoh berikut, waktu kuliah saya bertemu dengan satu engineer di perusahaan elektronik besar di Jepang. Saat itu perusahaannya punya pabrik radio di Indonesia dan di Jepang. Saya tanya kenapa produk yg sama persis bentuknya harganya berbeda antara yg Made in Indonesia, dan yg Made in Japan. Dia balik bertanya, "apakah kamu pernah melihat dalamnya ?". Saat bertemu berikut dia membawa sampel, satu buatan Indonesia dan satu buatan Jepang, dan membukanya. Dia berkata dari luar sama persis, komponennya sama, instruksi utk buruhnya sama. Kerapian rangkain elektronik di dalamnya sangat jauh berbeda. Dia melanjutkan, satu akan tahan 5 tahun, satu akan akan tahan puluhan tahun. Beda harga itu adalah the value of excellence. Sudah lama sekali perusahaan itu menutup pabriknya di Indonesia.
Satu contoh terakhir, beberapa tahun ini, saya sering diminta mereview makalah ilmiah dari dosen dan peneliti Indonesia. Tentu tidak semua, tapi sering begitu melihat banyak rasa yg timbul, yg dominan ingin marah dan ingin muntah. Banyak yg menulis hanya utk memenuhi tugas menulisnya, pokoknya ada banyak huruf sepanjang 8 halaman, sukur2 masuk Scopus. Mungkin merekapun tidak membaca apa yg telah mereka tulis. Kertasnya lebih berharga utk dipakai sebagai bungkus kacang rebus. Tidak ada sense of pride dari mereka. Tidakkah mereka sadar, bahwa nama mereka ada di "makalah ilmiah" ini. Tidakkah mereka sadar bahwa tulisan mereka adalah representasi dari mereka ? Dan ini dilakukan oleh pendidik. Orang2 yg harusnya menjadi penilai, tidak mampu utk menilai diri sendiri. Mungkin mindsetnya: "kebobrokan OK kalau dilakukan bersama2". Ini harus berubah !
Problem ini semacam lingkaran setan. Sistem pendidikan kita tidak mau menanggung "cost of excellent" ini. Di Jepang ini dimulai dari usia sangat dini. Di SD di Jepang, murid2 dididik utk membersihkan kelasnya sendiri, dan tidak asal nyapu. Mereka dibiasakan utk tahu bahwa pekerjaan itu baru bernilai kalau ada standard of excellence yg tercapai. Ini dimulai dari membersihkan kelas, membersihkan WC, mengurus tanaman dan hewan2 peliharaan di sekolah. Karena di SD di Jepang makan siang disediakan, mereka juga dibiasakan utk bergantian melayani teman2 sekelasnya, membereskan perabotan makan. Suka atau tidak suka makanannya, mereka dididik utk menghabiskan sampai bersih apa yg sudah disajikan, ini utk menghormati orang yg sudah berusah payah menghasilkan bahan makanan, orang2 yg memasak, dan teman2 mereka yg menyajikan. Semuanya dimulai dari yg sangat sederhana sekali. Di Jepang ada seorang "superstar" yg cerita hidupnya dimuat dalam satu bab di pelajaran ttg moral. Dia bukan ilmuwan, militer, politikus, dia seorang petugas kebersihan di Haneda Airport di Tokyo. Berkat dedikasinya, Haneda menjadi salah satu airport terbersih di dunia. Pride orang ini pada pekerjaan luar biasa. Dia membersihkan sudut2 yg terlihatpun mungkin tidak. Utk dia pekerjaan selesai bukan waktu jam kerjanya selesai, tapi kalau pengguna bandara ini merasa nyaman. Ini excellence.
Di Indonesia, karena banyak yg tidak terdidik akan cost dan value dari excellence ini, banyak yg tidak mengerti akan nilai kerja keras orang lain. Bisa dilihat dari gampangnya para demonstran merusak milik umum dan milik orang lain.
Banyak orang di Indonesia yg tidak bisa menilai value dari excellence yg dikerjakan orang lain, karena tidak pernah merasakan membayar costnya. Cepatnya orang yg jarang berusaha akan susah melihat nilai usaha orang lain. Berapa kali seminggu ini anda mengucapkan "terimakasih" pada PRT anda ?
Ketidakpedulian pd nilai kerja keras juga menyebabkan banyak orang yg tidak mampu utk mengevaluasi diri sendiri. Segala masalah disebabkan oleh, asing, aseng, pki, america, yahudi, tri dharma perguruan tinggi atau siapapun kecuali diri sendiri.
Ini yg sering saya maksud dengan belum naik kelasnya kita sebagai bangsa. Revolusi mental setelah satu periode pemerintahan Jokowipun masih sebatas jargon. Perbaikan sistem pendidikan pun masih selevel "tukang kebun asal siram" seperti yg saya analogikan diatas.
Ini pilihan kita sebagai bangsa. Kita ingin jadi bangsa mediocre yg puas dengan pekerjaan asal (kelihatan) selesai, asal bisa hidup, atau kita ingin naik kelas dengan membayar cost of excellent dan menikmati value nya
045. QS. Al Jaatsiyah : 18
ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون
Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang orang yang tidak mengetahui.
------------------------------------------------------------------------------------------
Kalau mengaku islam, jalankan kehidupan dengan syariat islam....ketika hari pernikahan dan setelahnya dalam kehidupan pernikahan, jalankanlah sesuai syariat islam.
Metropol byk asap... Agak kurang sopan dg hijaberr. Maunya disamakn yg non hijab? Maaf ye... Aq dah diwanti2 sm ortu.
Mo knl sm aq? Kamu hrs pny referensi sobat trdekat atau ustadz. Aq gak mo salah pilih lg. Di AN juga byk kriminil yg nyamar niy....
Untungne.... Ane sadar diri. Belangnye. Gak dpt di AN. Diluar AN jg byk yg hanif.
kapok.... ketemu residivis lg.....
044. QS. Ad Dukhaan : 58
فإنما يسرناه بلسانك لعلهم يتذكرون
Sungguh, Kami mudahkan Al-Qur'an itu dengan bahasamu agar mereka mendapat pelajaran.
------------------------------------------------------------------------------------------
Di dalam pernikahan, komunikasi yang baik akan menimbulkan kenyamanan antara pasangan dan ketika suatu saat ada permasalahan/konflik, di perlukan komunikasi (bicara) dengan gaya bahasa yang mudah di terima/di mengerti oleh pasangan.
Wabah ini memberikan pelajaran agar kita semakin mendekatkan diri pada ALLOH Subhanahu wa Ta'ala, sebelum masa kita habis...
Yaa ALLOH yaa Rohman yaa Rohim, Berilah yg terbaik utk kami...