User blogs

Jayadiningrat VIP


"Woi Kang, kami disini lagi pusing mikirin cari pasangan halal, bukan pusing mikirin rumah tangga". Ha ha ayolah ditengah kesibukan mencari pasangan disambi mempelajari bagaimana memanage keluarga kita dimasa depan menjadi baik.


Walau berkesan sederhana namun management rumah tangga ada baiknya dipelajari juga.


Memang model suami-istri sama sama bekerja ini bukan model yang umum ditemui dalam cerita dongeng, seperti cinderella dengan sang pangeran, sehingga tidak mudah mencari model panutan. Panduan keilmuan untuk model ini pun belum banyak bahkan juarang. Walau kenyataannya buanyak terjadi.


Bahkan banyak pria yang sebelumnya saklek bilang ke wanita ta'arufnya, "Saya ingin istri seorang ibu rumah tangga". Titik tidak pake koma. Si wanita karena sudah suka dan kagum, mengiyakan sambil ngomong dalam hati, "Yah gimana entar aja, cari cowok model 'dapuran' ginian yang baik dan mapan itu susah, bodo amat", ha ha ha. Ee setelah berjalannya waktu ternyata benar dibenak sang wanita tentang "gimana entar", akhirnya si pria menyadari bahwa istri bekerja ada baiknya juga. What next setelah dapat lampu hijau?.


Memang kalau saya, dulu, menerapkan model konvensional suami bekerja istri ibu rumah tangga. Karena istri memang tidak suka bekerja diluar. Namun saat ini saat saya jomblo mulai memikirkan model suami-istri bekerja, dengan simulasi jika saya mendapatkan istri bekerja atau istri yang ingin bekerja setelah nikah. Walau terdengar aneh, istri ingin bekerja setelah nikah, tapi kan bisa saja terjadi ha ha ha.


Lalu pemikiran berikutnya, untuk suami-istri bekerja apakah bisa urusan keluarga dan pekerjaan dibalance?.


Saat ini semakin banyak suami istri sama-sama bekerja. Sebabnya bisa macam-macam. Seperti: si istri sudah terlanjur bekerja sejak sebelum menikah, terlanjur punya karir bagus di tempat kerja. Atau dari keluarga yang sangat concern dengan pendidikan sehingga saat dewasa, dia terinspirasi perempuan-perempuan yang berkiprah di wilayah publik seperti Sri Mulyani, Marie Elka Pangestu, dll.


Sementara, si suami biasanya memberi ijin istrinya untuk bekerja, karena: memahami harapan tinggi orang tua istri yang menyekolahkan anaknya sampai tingkat tinggi, memahami bahwa istrinya punya potensi untuk berkembang dalam karir, memahami istrinya ingin independen secara finansial, atau untuk menghindari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi di kemudian hari misal suami meninggal atau kena PHK.


Jadi, istri bekerja itu bukan semata-mata masalah aktualisasi, gengsi atau sekedar masalah finansial. Barangkali ada cerita panjang di balik itu semua.


Meski suami-istri sama-sama bekerja, seringkali tipe manajemen yang diterapkan masih tipe manajemen model istri di rumah-bapak bekerja, di mana suami berharap mendapat pelayanan seperti suami yang lain yang istrinya IRT. Suami memfokuskan diri mencari nafkah dan menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tangga pada istrinya. Si istri pasrah saja dengan keputusan suami, karena memang biasanya keluarga lain juga begitu.


Namun karena si istri bekerja, tidak banyak waktu yang dia miliki untuk mengurus pekerjaan rumah yang seabrek itu; mulai urusan baju kotor, masak, bersih-bersih, halaman, sepeda rusak, rekening listrik, acara arisan RT, antar jemput anak, dsb. Akhirnya istri membutuhkan “perpanjangan tangan”, yaitu pembantu atau orangtuanya.


Jika menilik soal mempunyai anak, dengan kemajuan teknologi sekarang ini, tidak perlu lagi seorang ibu yang melahirkan untuk istirahat berlama-lama. Luka Operasi Caesar bisa kering dalam hitungan hari. Tak jarang seorang ibu sudah bisa bekerja seminggu setelah melahirkan. Namun bagaimana dengan mengasuh anak?.


Mencari pembantu yang pintar, cekatan, jujur, tanggung jawab dan bisa dipercaya tidaklah mudah. Kalaupun ada yang seperti itu, dia akan berpikir 100x untuk jadi pembantu. Akhirnya yang jadi pembantu itu biasanya yang sulit diterima kerja di mana-mana.


Alternatif lain yaitu orangtua istri/suami yang turun membantu. Namun bagaimana pun juga, gaya didik antar generasi bisa jadi berbeda. Belum lagi sindrom nenek/kakek terlalu sayang atau tidak tegaan sehingga cenderung memanjakan cucu. Bantuan ini adalah bantuan luar biasa yang harus dihargai, kasihan sebenarnya, bahkan saya pernah dengar ceramah dengan KH Anwar Zahid, beliau selalu mewanti-wanti jamaatnya untuk balikin cucumu ke orang tuanya, itu tanggung jawab mereka, kakek neneknya saatnya istirahat.


Kalau kedua alternative diatas susah atau kasihan, maka terpaksa pasrah bawa ke lembaga profesional seperti child care atau tempat penitipan anak. Kelebihan di lembaga seperti ini yaitu komplain bisa diterima, karena memang ada biaya yang dibayar untuk harapan pelayanan yang profesional. Coba bayangkan jika complain ke orang tua yang tentu segan, atau complain ke pembantu dengan kapasitas kemampuannya yang terbatas.


Kerepotan urusan rumah tangga ini menyebabkan waktu istri untuk bekerja berkurang secara signifikan dibanding saat sebelum menikah atau sebelum punya anak. Jika sebelumnya si istri bisa bekerja sepuas hati dan sebebas merpati, kini waktunya menjadi terbatasi waktu untuk keluarga. Istri tak lagi bisa kerja lembur. Banyak kesempatan yang lewat di depan mata, tidak bisa diraih karena keterbatasan waktu. Kualitas kerja jadi terasa kurang maksimal. Kondisi ini semakin menyulut stress saat menyadari rekan kerja yang lain melesat jauh lebih cepat.


Situasi seperti ini bisa menyebabkan istri pekerja mudah uring-uringan. Biasanya tergelitik untuk menyalahkan suami bahkab anak. Bahkan bukannya kebahagiaan rumah tangga yang didapat, namun percekcokan2 antara suami istri yang sama sama merasa bekerja. Ini semua karena manajemen yang amburadul, istri seakan merasa semua pekerjaan rumah di dia. Bahkan jika tidak dimanage maka bisa terjadi perceraian, karena istri merasa toh tidak ada suami juga semua bisa dihandle sendiri baik mencari nafkah maupun mengurus rumah.


Saya jadi ingat, adik perempuan saya yang pekerja keras, suatu saat ketika emosinya di puncak karena stres dengan semua kesibukan, menyuruh suaminya pergi membawa sekalian anak-anak dari rumah, tentu efek stres akut ini tidak diharapkan.


Memang jika terjadi ketidak-seimbangan dalam keluarga seperti ini, saran yang paling sering muncul adalah himbauan pada Istri untuk keluar dari pekerjaannya dan berkonsentrasi mengurus rumah tangga. Bahkan ada yang menyarankan: “Jangan pernah berusaha menyeimbangkan urusan rumah tangga dan karir. Karena itu tidak mungkin. Pilih salah satu.”


Herannya, tidak banyak yang menyarankan agar Suami lebih banyak meluangkan waktu untuk turun membantu membereskan masalah rumah tangga. Konsep suami adalah ‘pemimpin’ istri rawan disalah tafsirkan sebagai suami bebas mengatur istri semaunya, tanpa perlu mendengarkan pendapat istri dan berempati terhadap keadaannya. Pemimpin yang baik seharusnya pemimpin yang bisa berempati, dan tidak hanya menggunakan dalil agama sebagai tameng egoisme.


Pada model istri-suami bekerja ini, baik suami atau istri seharusnya paham betul akan keterbatasan masing-masing. Suami memahami bahwa istrinya bekerja, sehingga waktu untuk keluarga terbatas, maka tidak seharusnya menerapkan standar pelayanan ibu rumah tangga pada istrinya. Sebaliknya, suami perlu membantu istri mengurus pekerjaan rumah tangga. Sayangnya dimasyarakat kita, masih banyak yang berkomentar “iba” saat ada suami yang memasak, mencuci baju, atau memandikan anak. Biasanya yang berkomentar iba ini ibu si suami, saudara si suami, teman si suami, atau rekan kerja suami. Komentar iba pada situasi ini rawan menjadi komentar yang kurang semestinya, karena bisa jadi si istri juga tak kalah capeknya.


Adalah hal yang sangat rasional jika tugas-tugas kerumahtanggaan perlu didiskusikan dan didistribusikan. Ritual pagi suami untuk “sruput kopi plus baca koran pagi-pagi” boleh-boleh saja dilakukan jika tugas pagi sudah ditunaikan, dan istri sudah memastikan tidak ada lagi yang perlu dibantu. Sungguh kurang adil jika di satu sisi si istri multi tasking; kerepotan masak, memandikan anak, menyuapi anak, menyiapkan bekal ke kantor dan sekolah… sementara si suami enjoy ngopi-ngopi sambil baca koran yah peaceful life he he… Walau mungkin tidak salah-salah banget suami, tapi berempatilah sedikit.


Saran saya, tugas kerumahtanggaan suami ini sebaiknya MENGIKAT. Bukan tugas yang boleh dikerjakan boleh tidak, tergantung kelonggaran waktu dan mood. Karena kalau demikian, beban pikiran akan pekerjaan itu tetap ada di pundak istri. Padahal meski belum dikerjakan, jika ada kepastian bahwa istri tidak perlu mengerjakan tugas A,B,C,… karena tugas itu akan dikerjakan suami, hal itu sudah sangat mengurangi beban stress sang istri. Semisal mencuci dan menjemur baju dikerjakan suami, namun men-setrika dikerjakan istri. Artinya jika suami tidak mencuci maka baju tetap teronggok kotor menumpuk, bukan berarti istri mengambil alih perkerjaan itu.


Konsep ini sebenarnya bisa juga diterapkan ke anak yang sudah remaja, saya inget ibu saya membagi tugas kami anak-anaknya. Pekerjaan saya adalah mencuci piring dan perkakas dapur lainnya, terserah piring atau gelas kotor banyak maka tugas itu tetap disaya. Saya tidak mencuci piring = piring bersih sedikit, anggota keluarga lain bisa marah ke saya karena itu tanggung jawab saya.


Lanjut, di sisi lain, istri juga harus bisa menghargai bahwa suaminya sudah berkorban dengan tidak mematok standar ibu rumah tangga padanya. Istri-bekerja perlu merasionalisasi target karir atau pekerjaannya, disesuaikan dengan alokasi waktu untuk keluarga. Istri–bekerja tidak perlu merasa karirnya terlalu lambat saat tidak bisa mencapai target setinggi rekan yang lain. Istri-bekerja tidak sepatutnya membandingkan diri dengan pencapaian rekan kerja pria-nya dimana istrinya IRT, atau rekannya yang single, di mana dia mungkin bisa bekerja lembur semaunya. Masa depan keluarga dan anak-anak akan menjadi satu pencapaian tersendiri yang tak kalah pentingnya.


Hidup ini harus balance, termasuk antara keluarga dan pekerjaan. Baik istri atau suami bekerja, seharusnya tidak perlu merasa bersalah jika tidak bisa mengikuti rapat mendadak yang diadakan seusai jam kerja. Asalkan tugas sudah dipenuhi sesuai standar, masalah keluarga lebih penting. Jika ternyata suami atau istri berbaik hati mengijinkan pasangannya bekerja overtime, maka ia harus berjanji memberi hadiah setimpal. Hargai pengorbanannya. Jangan kemudian egois karena bekerja overtime maka mengabaikan tugas masing-masing yang sudah disepakati. Jikapun harus melimpahkan tugas itu, maka memintalah kepasangan kita dengan baik-baik.


Jika suami-istri bisa menghargai posisi masing-masing, ada pembagian tugas kerumah tanggaan yang jelas, plus lingkungan kerja mendukung; maka model suami-istri sama-sama bekerja ini pun bisa menjadi model ideal. Baik suami maupun istri perlu sedikit berkorban untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Namun, tidak ada yang perlu jadi martir. Istri tidak perlu berhenti bekerja, jika di situ ia bisa berkarya untuk dunia. Tidak ada yang tahu kan bisa jadi sang istri bisa mengubah dunia dan suaminya pasti laki-laki hebat nan bijaksana.


Maaf ini blog terpanjang ya he he. Saya paham pembaca suka melihat judul, awal dan akhir bacaan. Maka mangga bagi yang kuat baca, dibaca pelan-pelan. Jika tidak, bisa baca paragraf akhir diatas sebagai kesimpulannya.


Ketikan diatas diramu dari berbagai sumber dan literatur.


Kang Jay.

Jayadiningrat Jun 18 '20 · Nilai: 5 · Tags: istri, bekerja
whidayat3 VIP
Jangan kalah kan semangatmu dg rasa lelahmu.

Krena tuhanmu tak pernah membiarkan anda berjuang sendiri. relieved



whidayat3 Jun 17 '20 · Komentar: 5
merry_andani VIP

Oleh: Yunda Fitrian


"Ah, emak-emak depresi itu kurang iman aja!"


Kadang ada orang yang menganggap depresi atau stres tingkat tinggi itu karena kurang iman. Kurang ibadah. Kurang ngaji.


Saya tidak punya cukup ilmu untuk menilai. Tapi saya ingin berbagi sesuatu yang saya dapat setelah merenungkan kisah seorang perempuan penghulu surga.


Perempuan terbaik, paling shalihah di zamannya; Maryam binti Imran. Bunda dari Nabi Isa Alayhissalam.


Alquran mengabadikan ucapan Maryam saat hendak melahirkan Isa alayhissalam. Sebuah kalimat yang menyiratkan beban mental begitu berat.


Sebuah kalimat yang menurut saya, terlalu tabu untuk diucapkan. Apalagi oleh seorang perempuan yang menjadi pemimpin perempuan surga. Kalimat yang mungkin kalau diucapkan di hadapan emak yang gak empati, responnya persis sama dengan kalimat yang saya tulis di awal tadi ?


Allah mengabadikan ucapan curhat Maryam itu dalam Alquran. Ucapan yang memang hanya Maryam ucapkan dalam kesendirian, bukan di hadapan kaumnya apalagi di medsos yak. Ucapan tersebut tertulis dalam surat Maryam ayat 22-23.


"Dan kisahkanlah di dalam Kitab (Al-Qur’an) tentang Maryam, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Rasa sakit hendak melahirkan membawanya pada pohon kurma, ia berkata: “Oh, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tak berarti dan dilupakan.”".


Saya membayangkan duka hati Maryam. Seorang gadis yang beribadah siang dan malam di Baitul Maqdis. Semua orang hanya mengenalnya sebagai seorang perempuan shalihah.


Lalu tiba-tiba ia hamil tanpa suami? Apa kata dunia??


Maryam tahu tak akan ada yang percaya. Hanya Zakariya dan istrinya, yang yakin akan kebenaran cerita Maryam.


Setegar-tegarnya Maryam, setinggi-tingginya iman Maryam, gadis itu tetap hancur hatinya mendengar omongan orang.


Itu Maryam, perempuan paling shalihah pada zamannya. Paling banyak zikirnya. Paling bagus ngajinya. Paling tebal imannya. Jangan ditanya ibadahnya.


Bisa-bisanya perempuan seshalihah itu akhirnya berkeluh kesah? Bahkan sampai berucap mengharap kematian?Hanya karena omongan orang?


Betapa begitu besarnya pengaruh kalimat tuduhan, nyinyiran, dan penghakiman terhadap batin seorang Maryam.


Maryam sang manusia pilihan masih bisa merasakan sakit hati, pilu terhadap pandangan orang.


Bahkan sampai berandai mati saja. Dilupakan orang. Dianggap tak pernah ada. Daripada harus menghadapi dunia yang tak berpihak padanya.


Di situlah saya tersadar. Maryam, perempuan shalihah yang imannya tak mungkin diragukan itu, hanya manusia biasa.


Manusia, diciptakan Allah dengan fitrah rasa. Punya emosi dalam jiwa. Keberadaan iman tidak meniadakan gejolak emosi manusia. Melainkan mengarahkannya untuk mengelola segala rasa dalam taat padaNya. Tapi sekali lagi, bukan menghilangkan semua emosinya. Inilah bedanya manusia dengan malaikat.


Butuh waktu bagi manusia untuk mengelola emosi jiwa dan buncahan rasa. Ada proses yang perlu dilewati, bukan dalam sekejap mata.


Ah, entah mengapa setelah membaca kisah Maryam, saya tak sampai hati menyimpulkan perempuan yang depresi itu kurang iman.


Justru bisa jadi episode depresi yang mereka alami, adalah cara Allah menaikkan mereka ke derajat yang lebih tinggi. Atas jihad mereka mengelola hati.


Siapa tahu, sakit hati yang mereka rasa, adalah jalan menuju surga. Sebab gugurnya dosa. Sebab pahala atas lelah jiwa.


Jangan-jangan saya yang ujiannya biasa-biasa saja, sedang jalan di tempat belok kiri dikit masuk neraka, hiks naudzubillahimindzalik..


Kembali ke kisah Maryam. Setelah curhatan duka tersebut, Allah pun langsung meresponnya.


Ternyata bukan dengan menghardik Maryam karena ia mengeluh berandai mati saja. Allah tidak bilang, "Eh Maryam, gak boleh ngomong gitu! Mana iman kamu?!".


Tidak.


Allah Maha tahu, manusia yang ia ciptakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sedang kalut dengan emosi yang mengaduk jiwa.


Allah Maha tahu, yang dibutuhkan Maryam saat itu bukan omelan. Bukan nasihat. Tapi dukungan. Ketenangan.


Apa yang Allah lakukan?


Surat Maryam ayat selanjutnya, 24-26.


"Kemudian Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyang-goyangkanlah pelepah pohon kurma itu ke arahmu niscaya akan gugur buah-buah kurma yang telah masak itu kepadamu. Maka makanlah dan minumlah, dan senangkanlah hatimu. Jika kamu melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar kepada Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, maka aku takkan berbicara kepada seseorang pun pada hari ini.”"


Allah mengutus 'konselor' berupa malaikat Jibril untuk memandu Maryam. Menghalau kesedihan dan menuntunnya fokus pada kekuatan yang masih ia miliki. Perintah untuk menggoyang pelepah pohon kurma untuk menjatuhkan kurma matang adalah cara Allah membuat Maryam percaya dirinya masih punya daya.


Selanjutnya Maryam diminta makan dan minum, serta menyenangkan hatinya. Menurut saya, ini solusi yang sangat manusiawi!


Maryam yang sedang tenggelam dalam rasa sakit karena melahirkan, emosi sedih membayangkan tudingan kaumnya, diberikan kesempatan untuk makan dan minum. Setelah terselesaikan kebutuhan pokoknya tersebut, barulah Allah menyuruh Maryam menyenangkan hatinya.


Selama Maryam menata hati, Allah beri ia kesempatan untuk menenangkan diri, memenangkan pertempuran batinnya dengan berpuasa. Maryam diperintahkan untuk berpuasa dan tidak berbicara. Tidak membantah apapun komentar negatif kaumnya.


Masya Allah.


Membaca kisah ini sungguh membuat saya merasakan kasih sayang Allah. Bahwa Dia tak pernah meninggalkan hambaNya. Tidak pernah membebani di luar batas kemampuan hamba Nya. Bahwa Allah sangat memanusiakan manusia.


Bahwa ungkapan kesedihan, merasa tak ada harapan, bukanlah pertanda hilang iman. Melainkan pertanda bahwa yang mengucapkannya hanyalah manusia. Ciptaan Allah yang dibekali fitrah rasa. Makhluk yang membutuhkan perlindungan Robb-nya.


Maka jika ada emak yang curhat kelelahan, sedih, sampai punya keinginan menyakiti diri sendiri atau anaknya, jangan buru-buru menghakiminya kurang iman.


Ajaklah ia duduk nyaman, fokus pada kekuatan yang masih dimilikinya. Bawakan makan, minum, dan senangkan dulu hatinya. Baru bantu ia menata emosinya.


Jika sang emak curhatnya di medsos, gak usah nimbrung komentar nyinyir. Cukup diinbox, diwapri, diajak ngobrol personal aja. Kalau benar-benar peduli dan sayang padanya.


Sebab kita tak pernah tahu, Allah mungkin sedang menaruh perhatian padanya. Sedang mengamati siapa yang akan ikut dapat pahala dalam skenario ujian seorang hamba. Siapa yang ikut menolong dengan tulus dan siapa yang hanya ikut menjatuhkan sesama.


Wallahu a'lam bishshawab. Semoga Allah kuatkan semua ibu yang sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Makan, minum, dan bersenang hatilah, Bunda. Sebab Allah sedang membukakan jalan menuju surga. InsyaAllah.




*NOTE*s

Menurut saya, Dari sini ada garis merah dr hobi wanita saat ini yg terjawab :


Hal yang wajar dan manusiawi kalo wanita stress bawaannya pengen makan,

Sedih - makan

Senang - makan S

hati - makan K


ternyata itu salah satu cara untuk menyenangkan hati ?


Cuma beda nya Siti Maryam binti Imran makannya Kurma matang, sedangkan kita para wanita sekarang,, makan burger, ketoprak, pizza, buble tea atau apalah yg kalori nya tinggi.


Akibatnya.. BB naik drastis ?? Dan menambah ke setresan kita ??? #angka timbangan geser ke kanan


Bagaimana menurut Anda? Setuju kah?

merry_andani Jun 17 '20 · Komentar: 11
Jayadiningrat VIP


Saya teringat nasehat kyai langitan yang sudah meninggal, kyai yang sangat dihormati oleh pak Jokowi dan pak Prabowo, yaitu nasehat tentang mahar:


“Nak, kalau kamu menikah, usahakan mahar istrimu kasih yang banyak walaupun calon istrimu hanya minta mahar seperangkat alat sholat. Jika tidak punya uang, kalau bisa ya cari-cari dulu, karena uang mahar itu berkah jika dipakai usaha. Nanti, setelah menikah kamu minta izin ke istrimu uang mahar itu akan dipinjam dan dipakai untuk modal usaha, insya Allah usahamu akan berkah dan sukses.”




Nasehat ini dipraktekkan oleh santrinya, dan banyak santrinya yang benar-benar berkah dan sukses. Eehhmmm.......


Kang Jay


Jayadiningrat Jun 16 '20 · Tags: mahar
Dina52 VIP
Seorang laki - laki bertanya pada sang wanita


"Kenapa kamu belum Menikah ? "


Dgn santuynya Wanita itu Menjawab

"Karena saya belum siap!!


Lantas wanita itu balik bertanya " kamu sendiri kenapa belum menikah ?"


"Karena kamu belum siap."

Jawab laki² itu sambil tersenyum



Dina52 Jun 16 '20 · Nilai: 5 · Komentar: 25
Jayadiningrat VIP


Betapa indahnya keluarga, kalau di malam hari suami istri bangun, anak-anak pun turut, bertahajud, witir, berdzikir bersama, membaca Al-Qur'an, bershalawat, istighfar, berdoa, sambil menunggu adzan Subuh, untuk kemudian bersama sholat Subuh berjamaah.
Masya Allah, inilah yang namanya Baitii Jannatii...



Adakah yang ingin atau kangen hal ini ?.......

Kang Jay
Jayadiningrat Jun 15 '20 · Tags: rumahku, surgaku
ArinGustian VIP
ingin rasanya daku disini melihat bertubi-tubi tertampil sosok² cerdas dan sosok² berkecukupan, namun sangat sayang pada insan digaris bawah

dan sangat sayang gegara melihat luhurnya moral etika (akhlaq) ketika menggapai dambaan.


==>

indahnya hati pancarkan terangnya jalan,

kilaunya pekerti longgarkan beban lenyapkan kesempitan

==>


sebetulnya daku belum ingin menerbitkan ini,

yaaach

mungkin disuatu saat nanti dimana terlihat sikon yg tepatlah baru tertuang perihal beginian.

tapi

nyatanya sekarang telah terlayangkan.

secerca coretan sekaligus "do'a² munajatku" buat yg beriman kepada Alloh swt.

ArinGustian Jun 15 '20 · Nilai: 5 · Komentar: 1
achyee VIP


Duuuuhhh....udah tutup aja tuh toko, beloman juga gw belanja, beloman juga ngapa2in laughing

Perasaan blom ada seminggu buka yekaaann...

Yasud nyari toko lain ajalah, kali masih ada yang jual es jeruk, rada seret tengggorokan hamba inih.

achyee Jun 15 '20 · Komentar: 69
Indixan VIP

Logika - kebanyakan pertimbangan

Hati - kebanyakan emosi


Logika - bisa jadi jones

Hati - bisa jadi bucin


Logika - lebih sering nyuruh mundur

Hati - lebih sering nyuruh bertahan


Logika - memenuhi keinginan

Hati - memenuhi kebutuhan


Logika - lebih waspada

Hati - bisa jadi gegabah


Logika - kebanyakan kriteria

Hati - terima apa adanya


Kalo kita beruntung :

Ketemu seseorang yang jujur & super baik hati, sesuai dgn semua kriteria yg kita mau, yg bisa memberi apa yg kita kita butuhin, bisa kita sayangi sepenuh hati, sampe2 kita ga peduli kl udah jadi bucin krn dia sempurna buat kita apa adanya dia, dan lalu bisa hidup happily ever after tanpa banyak pertimbangan...... Selama tdk bertepuk sebelah tangan tentunya... wink


Aamiin.. relaxed




Indixan Jun 15 '20 · Komentar: 5
Nanang87 VIP
Nek jodoh iku mmesti bojo,

Nek bojo durong tentu jodoh,

Golek jodoh po bojo,

Q golek tukang maido ae

Pages: « Previous ... 193 194 195 196 197 ... Next »
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo