Pada suatu pagi nanti, kau akan membuka matamu, menemukan dia di sampingmu.
Hatimu tenang, bibirmu tak bisa berhenti tersenyum setiap pagi.
Dia adalah pasangan hidup yang telah kau dambakan; seseorang yang tadinya tak bernama tetapi selalu kau panjatkan dalam doa; dan doa doa yang terkabulkan dalam satu sosok manusia. Sudah tak ada lagi malam-malam sebelum tidur, bertanya-tanya, “Siapa yang jadi jodohku kelak? Apa ada yang mau sama aku?” Karena, tadi malam, saat kau belum tertidur lelap, jodohmu telah mendengkur halus di sampingmu, seakan berkata, “Kamu sudah nggak sendiri lagi.”
Hari pertama, hari kedua, hari ketiga. Bulan pertama, bulan kedua, bulan ketiga, hingga tahun pertama. Semua berlalu seperti mimpi indah. Perbincangan tengah malam tentang mengapa kamu memilihku. Obrolan-obrolan tak penting, lelucon penuh tawa, pengingat-pengingat manis darinya. Duduk berdua, di depan televisi yang tak menyala, tanpa bicara, tetapi begitu hangat dan nyaman. Bernostalgia di sore hari tentang hari pernikahan kalian, di saat para saksi menyeru, “Sah!" dan air mata menggenang di mata kalian.
Semua ini berlalu begitu mulus, begitu indah. Masalah ada, konflik terjadi, rasa jenuh sempat hadir, tetapi itu tak pernah menghancurkan kalian, malah semakin menguatkan. Ini bukan hubungan yang sempurna, tetapi kau tak mempermasalahkannya selagi ini bersamanya.
Lalu, tanpa aba-aba, sesuatu di dalam dirimu terjadi.
Seperti kecemasan. Yang membuatmu ingin menangis tanpa alasan masuk akal. Yang membuatmu tak terlalu nafsu makan. Yang membuatmu bingung apa yang harus kau lakukan.
Tidak, tidak ada apa-apa tentangnya. Dia tetap menjadi pasangan yang baik. Bahkan semakin baik, semakin hari berlalu. Tidak, tidak ada masalah darimu. Dia menerima segala kekuranganmu dan senantiasa memberi bisikan hal-hal seperti,
“Aku sayang sama kamu bersama seluruh kekuranganmu.” Dan, di situ masalahnya.
Kau sangat, sangat, sangat mencintainya, mengaguminya, menggilainya. Namun, cinta ini begitu kejam. la mengirimkan suara-suara dalam hatimu yang bertanya, “Bagaimana nanti? Bagaimana tahun-tahun ke depannya? Bagaimana kalau dia pindah ke lain hati? Bagaimana kalau dia berubah? Bagaimana kalau dia... meninggal?”
Kau sangat, sangat, sangat mencintainya, mengaguminya, menggilainya, dan itu membuatmu khawatir.
Gelisah merundungimu setiap kali dia pulang lebih larut dari biasanya. Meski dia sudah jujur, “Aku lembur.”
Kecemasan meliputi setiap kali dia jatuh sakit. "Dia kenapa, ya? Duh, aku harus gimana? Kenapa belum sembuh?".
Curiga timbul setiap kali dia begitu fokus menatap ponselnya, lalu mengetik sesuatu. Apa ada perempuan lain? Meski setelah kamu mengecek isi ponselnya setiap malam, itu hanya perbincangan bersama teman lama dan urusan kerja. Atau sudah dia hapus?.
Perih betul hatimu ketika dia berkata, “Aku ada janji sama temanku. Aku balik agak malam, ya.”
lya, dia memang hanya bercengkerama bersama teman-temannya, tetapi mengapa aku malah cemburu tidak penting begini? Mengapa hati ini begitu sakit hanya karena hal sepele seperti ini?.
Kesedihan menjadi sahabat baikmu setiap kali kau berjalan-jalan bersamanya. Genggaman tangan yang erat, percakapan sederhana, gombalan yang memanjakan telingamu, itu semua membuatmu bertanya, “Sampai kapan? Apakah dia akan begini terus? Namun, gimana kalau dia sudah... meninggal? Aku gimana? Aku hanya sayang dia, nggak ada yang bisa menggantikan dia.”
Di tahun-tahun berikutnya, kau mendengar perceraian teman terbaikmu, kisah perselingkuhan yang merajalela, temanmu yang meninggal, meninggalkan pasangan hidup dan anak-anaknya.
Perasaan ini semakin menyiksamu. Seperti ada pisau yang kasat mata, mengiris hatimu pelan-pelan, membiarkannya berdarah bertahun-tahun, dan tak ada yang dapat menghentikan irisan ini. Jika irisan ini berhenti, itu sama saja berarti tak pernah menemuinya, tak pernah mengenalnya, tak pernah mencintainya, tak pernah menikahinya.
Rasa sakit ini bermula dari rasa cinta yang begitu dalam. Dan, jika kecemasan ini tak pernah ada, setidaknya ada satu kebenaran yang pasti terjadi: satu dari kalian akan meninggalkan satu sama lain.
Mungkin, ini yang disebut orang-orang: kenikmatan adalah ujian.
Kehidupan yang melelahkan. Seakan semuanya terasa sia-sia. Mencintai tetapi tak pernah bisa benar-benar memiliki.
Jika cinta bukan jawaban dari segalanya, lalu apa?
Perihal ini, setiap orang memiliki perspektif masing-masing. Dan, setiap orang akan bertanggung jawab dengan pendapat mereka.
Dan, jika kecemasan ini tak pernah ada, setidaknya ada satu kebenaran yang pasti terjadi: satu dari kalian akan meninggalkan satu sama lain.
Saat satu dari kalian pergi, meninggalkan dunia ini. Katakanlah itu dirimu. Maka, kepada siapa kau kembali? Apakah kau kembali kepada pasangan hidupmu? Apakah hidupmu berakhir begitu saja? Setelah melalui semua kesulitan ini? Apakah arti hidup ini jika semua berakhir tanpa makna? Maka, kepada siapa dirimu kembali?.
Secara naluri dan logika paling murni dan jujur, kita semua tahu jawabannya: kepada-Nya-lah kita kembali.
Maka, apakah cinta jawaban dari segalanya? Apakah kita hidup hanya untuk saling mengisi rasa kesepian? Atau, bertakwa kepada Tuhan yang telah menciptakan kita, yang memberi rezeki kepada kita, yang menjadi tempat kita kembali, yang menjadi jawaban segalanya, tujuan hidup yang sesungguhnya?.
The truth is so loud we can’t deny it.
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlamba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” [QS Al-Hadid: 20]
You may gone from my sight, but you are never gone from my heart.
Kang Jay
mlm ini sungguh sepii..
menunggu bulan tuk bersinarr..
siapa yg mau tahun ini..
yg siap tu di maharr..
heheheheh....
ibu berkata:
"Nak.....Menikah itu bukan soal umur ataupun Cinta.Tapi menikah itu adalah kesiapan .
Siap menderita , siap bahagia, siap terluka, siap merana, siap kecewa,siap berjuang dan menerima kekurangan masing² . "
Menikah itu Ibadah paling lama kata Bapak.
Tidak karena sudah cukup umur untuk menikah, tapi kita harus benar² siap dalam menempuh ibadah yang sukup lama dan banyak godaan maupun rintangan.
Menikah itu butuh kesiapan kata Ibu
Siap menerjang batrai rumah tangga yang semakin terjal dan berlikuk.
Bukan soal tak LAKU jika selama ini kamu masih menanti.
Karena menikah bukan soal bahagia, cinta, umur, mapan dan lain sebagainya. Namun soal KESIAPAN. siap sedih, siap terluka, siap kecewa, siap merana, siap menerima dan siap bahagia.
Jika Allah belum mempertemukanmu dengan seseorang, itu tandanya Allah merasa kamu belum siap menerima hirupikuk bahterah rumah tangga.
Menikah adalah hal pasti dan sudah di tentukan oleh Allah.
Tapi nanti, jika saat Allah benar² telah mempercayaimu untuk siap menjalani kehidupan pernikahan.
Allah akan mempertemukanmu dengannya.
PERCAYALAH..
Seseorang yang mencintai mu karena hati.
Ia tak akan pernah pergi.! Karena hati tidak pernah mengajarkan tentang ukuran Relatif
Lebih baik atau lebih buruk
Dalam mimpi ku kamu untuk ku, dalam nyata ku kamu mimpi ku
Jadi gini ;....
...;eh gosah deh, ga jadi.
Ntaran lagi puasaan, gabole gibah.
Tahan....tahhhaannnn...tahhhaaaannnn...
(((((abis lebaran aja gimana)))))
Pekerjaanku Tukang Sapu
Gajiku kurang dari 1 jt per .....?
Aku perokok..
..
Hanya wanita kesasar yg mau sama aku..
..
Dan wanita kesasar itu masih OTEWE..
...
Salam karanTina...
Tetep Waspada.
Jaga Jarak Aman..
..
Ruh-ruh itu bagaikan tentara yang tersusun. Jika saling mengenal maka ia akan bersatu. Jika saling mengingkari maka ia akan berpisah" [ HR. Bukhori Muslim]
.
.
Ternyata memang sebelum kita tinggal dalam rahim ibu, kita--manusia ini lebih dulu hidup dalam alam ruh.
هَلْ اَتٰى عَلَى الْاِنْسَانِ حِيْنٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًـا مَّذْكُوْرًا .
.
. "Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?"
(QS. Al-Insan : Ayat 1)
Di alam inilah Allah mengambil kesaksian dari setiap jiwa. Dan di alam ini pula Allah memasang-masangkan tiap jiwa tersebut.
.
Sebenarnya konteks ayat dan hadist diatas ini tidak hanya tentang 'jodoh' saja. Lebih dari itu. Pernah merasa dekat dan nyaman pada se(kelompok)orang yang baru saja kita temui? Tiba-tiba langsung nyambung aja?. Atau sebaliknya, ketika kita bertemu dengan se (kelompok) orang, ada rasa tidak nyaman, walaupun kita tahu mereka sedang tidak berbuat salah, walau kita sudah kenal cukup lama. Tapi rasanya ga nyaman ajaa gitu berada di antara mereka.
Aku sering
.
Kita yang merasa nyaman berada dalam suatu lingkungan walau baru kenal, barangkali sebab dulu ketika di alam ruh kita telah saling mengenal, dan sebaliknya.
.
Jadi.. Kembali lagi kita persempit konteks bahasan ini..
"I neither need nor believe love at the first sight, but i need and believe 'click' at the first sight" .
.