User blogs

Jayadiningrat VIP


Ada seorang gadis di Kamis pagi ini.

Sudah pukul sembilan pagi, dia belum beranjak dari tempat tidurnya. Berbaring, menatap layar ponsel dan jarinya menggulir linimasa Instagram.



Lalu, dia berhenti pada satu foto. Seorang laki-laki tampan berdiri tegap dengan latar masjid dan nuansa cahaya menyeruak masuk, dia menatap kesamping atas.



Gadis itu tanpa disadarinya tersenyum sendiri. Sesungguhnya, gadis itu jatuh hati kepada laki-laki ini. Siapa yang tak jatuh hati dengan laki-laki ini? Dia tampan, tetapi itu bukan faktor utama. Lewat Instagram, dia selalu membagikan pengingat-pengingat baik yang menenangkan hati. Dia selalu mengingatkan para followers untuk tak meninggalkan sholat lima waktu. Suaranya merdu saat melantunkan Alquran. Dari apa yang gadis itu lihat, pemuda itu sepertinya rajin beribadah, memiliki ilmu agama yang baik, such a husband material every woman needs.


Sering kali, gadis itu membayangkan kehidupan setelah pernikahan, bersama laki-laki itu.... Mendengarkan suara merdu laki-laki itu setiap malam, juga membacakan surat favoritnya. Sayangnya, gadis itu bahkan tak pernah membuka Alquran untuk membaca surat favoritnya itu.


Dibangunkan sebelum azan subuh oleh laki-laki idamannya. Sayangnya, gadis itu bahkan tak pernah berusaha untuk salat subuh, kecuali ketika dia sedang ingin. Senantiasa diingatkan untuk salat lima waktu oleh laki-laki idamannya. Sayangnya, gadis itu hanya mendirikan salat ketika dia tak malas.


Merasa teduh membayangkan menjadi istri yang taat pada laki-laki yang taat. Sayangnya, pada orangtuanya, dia bahkan tak pernah belajar menjadi anak yang taat. Di Kamis pagi ini, dia menuliskan kriteria jodohnya di dalam kepala. Nggak merokok. Harus rajin salat lima waktu. Paham agama. Pengertian. Nggak emosional. Tinggi dan berdada bidang. Dan, bla, bla, bla. Indah-indah semua kriterianya.


Kemudian, ada seorang gadis lain di Kamis pagi, tanggal 2 April 2020.

Di Kamis pagi ini, gadis yang lain ini tidak menuliskan kriteria jodohnya. Namun, gadis yang lain ini bangun dini hari untuk melaksanakan sholat subuh. Kemudian mandi lalu membantu ibunya di dapur, memasak sambil berbincang hangat.



Usai itu, dia membuka lnstagram, berhenti di setiap video kajian, menonton dengan tekun. Dia, kemudian berjanji dengan beberapa temannya untuk menghadiri kajian terdekat. Azan dzuhur akan berkumandang, dia persiapkan apa yang harus disiapkan.


Gadis ini tak butuh menulis kriteria jodoh. Dia telah menjadi kriteria jodoh yang baik bagi orang lain. Dan, orang lain ini adalah seorang laki-laki, yang mudah-mudahan baik agamanya, lebih baik daripada laki-laki yang gadis pertama idolakan di lnstagram.


Lalu, ada seorang gadis sedang rebahan menghadap blog AN detik ini. Gadis itu sedang membaca tulisan ini. Dia berkata kepada dirinya, “Aku harus berubah jadi baik. Biar bisa dapat jodoh yang baik.”



Lalu, gadis ini hendak beranjak dari tempat tidurnya, ingin melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun, sebelum kau beranjak dari tempat tidurmu, saya ingin berkata kepadamu,


“Jangan berubah hanya karena Iaki-Iaki. "


Aku sangat mendukung keputusanmu untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, janganlah kau jadikan laki-laki dan cinta sebagai alasan. Sebab laki-laki hanyalah manusia. Manusia tidak kekal. Manusia tidak sempurna. Manusia selalu mengecewakan. Dan, cinta hanyalah perasaan. Ia bisa datang dan pergi, seperti cinta dan patah hatimu yang dulu. Ia bisa pudar seperti dia yang pernah berubah tiba-tiba.


Lagi pula, di akhir hidupmu kau akan berpisah dengan dia yang amat kau cinta. Di akhir hidupmu, kau akan kembali kepada Dia yang menciptakanmu. Maka, apakah perubahanmu ini untuk jodoh yang baik, yang tak kekal dan tak sempurna?.


Bukannya saya hendak menghakimi, tetapi bukankah berubah karena masalah jodoh agak terlalu dangkal? Maksud saya, cinta dan jodoh hanya bertahan hingga hari akhir hidupmu di dunia ini. Sementara itu, kau masih punya perjalanan panjang yang misterius setelah kematian.


Maka, untuk siapa perubahan baikmu ini?


Kang Jay

Jayadiningrat Apr 2 '20 · Tags: gadis jodoh, idaman
Bambang94 VIP
Wanita bilang : cowok hebat itu bkn yg mngajak wanitanya susah, tp yg tdk mmbiarkannya wanitanya susah.

Iya2 ... Gw paham. Toh cwok mna sh yg tega liat ceweknya susah.

Tp gk lantas lu cuma mnunggu dn nonton saat gw susah payah berjuang untuk "kita".

Pinjemin bahu kek klo gw lelah ...

Bambang94 Apr 1 '20 · Komentar: 23
Rahayuajah VIP
a
A
Rahayuajah Apr 1 '20 · Komentar: 3 · Tags: jodoh
andhiesetiyo VIP
Smg segera dipertemukan..... aamiincoffeecoffeecoffeecoffee
andhiesetiyo Apr 1 '20 · Komentar: 2
Julie09 VIP
Hayooo sp dsni yg sering intip2 profile saya??? ???

G tau ap mksd dr dibalik itu....klo emang kepo yo mbok lngsng inbox wae ra sah ngintip2 truss gtu ????


Julie09 Mar 31 '20 · Komentar: 10
Jayadiningrat VIP


Seorang murid mendatangi gurunya, “Ustaz, puluhan tahun saya beribadah kepada Allah. Setiap hari saya menyembahNya. Setiap saat saya taati perintah-Nya dan jauhi laranganNya. Tapi mengapa hidup saya begini-begini saja, bahkan jodoh pun tidak ada yang mendekat, tidak ada perubahan yang saya rasakan?”


Dengan wajah datar, sang guru menyimak kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh muridnya.


“Ustaz, katanya Allah mengabulkan doa orang yang salat tahajud. Katanya Allah mencukupkan rezeki orang yang salat duha. Katanya Allah melipatgandakan harta orang yang bersedekah. Katanya Allah tak akan menolak hajat orang yang berpuasa. Mana buktinya? Saya beribadah puluhan tahun, nyatanya nasib saya sama saja, tak ada yang berubah."


Sang guru masih dengan sabar mendengarkan ricauan muridnya itu.


“Ustaz, tolong jelaskan, apa sebenarnya maunya Allah?"


Sang guru memulai nasihatnya dengan senyum, “Nak, sebenarnya apa yang paling kauinginkan dari ibadahmu?”


Sang murid diam.


Sang guru menegaskan pertanyaannya, “Nak, sebenarnya apa yang paling kauharapkan dari semua amalan-amalanmu? Apakah semua ibadahmu selama ini agar Tuhan memberikanmu jodoh yang membahagiakanmu? harta yang berlimpah? Nak, Tuhanmu itu Allah. Bukan dunia. Jika engkau melakukan ibadah-ibadah itu demi kesenangan dunia, lantas sebenarnya siapa atau apa yang sedang kamu sembah, Nak? Allah atau dunia?”


Sang murid menyimak nasihat gurunya.


“Nak, jangan kau salah menyembah. Ketika kau salat, bukankah berkali-kali kau ucap kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallaah'? Jika kau renungi kalimat itu dalam-dalam, kau pun akan menemukan pengakuan yang mahadahsyat: tak ada satu pun Zat yang layak disembah, diutamakan, dipentingkan, selain Allah taala. Maka ketika yang kau menangkan adalah nafsu, bukankah hakikatnya nafsu mengalahkan ketakutanmu pada Allah? Jika yang kau utamakan adalah pekerjaanmu, bukankah hakikatnya pekerjaan mengalahkan kecintaanmu pada Allah? Lantas pertanyaannya, sebenarnya siapa yang kau tuhankan, Nak, siapa?" ketika kedudukan dunia di hati manusia telah lebih kita utamakan, bukankah itu berarti menjadikan berhala yang kita sembah?.


Saudaraku, fondasi keislaman kita adalah tauhid dan dalam kalimat tauhid tersimpan konsekuensi yang tak remeh. Ketika kita mengucap laa ilaaha iIIaIlaah, saat itu pula kita sedang berikrar untuk tidak akan mengutamakan selain-Nya. Tapi kenyataannya, mengapa kita menuhankan beragam hal yang menghalangi kita menghamba secara total kepada-Nya?


Saya teringat dengan nasihat K.H. Mustofa Bisri yang mengungkapkan hal senada. Beliau mengungkapkan, sering kali dalam kehidupan sehari-hari, Allah-Tuhan yang sebenarnya-dikalahkan oleh 'tuhan-tuhan sekutu” seperti harta, jodoh, perempuan, kedudukan, jabatan, dan sebagainya. Dan di antara ‘tuhan-tuhan sekutu’ yang sering dipuja dan diikuti, yang paling gawat dan jarang disadari adalah 'tuhan' yang berupa diri sendiri.


Orang yang mempertuhankan uang, jabatan, atau perempuan, misalnya, mungkin akan mudah sadar bila diingatkan dan diyakinkan akan kenyataan betapa lemah dan sementaranya yang mereka puja dan perturutkan itu. Misal saat kehilangan jabatan, uang habis dihambur-hamburkan anak istri, atau istri yang disayang selingkuh kemudian minta cerai, kenyataan itu bisa menyadarkan dirinya.


Namun mereka yang mempertuhankan diri mereka sendiri, akan lebih sulit disadarkan, sebab mereka tidak gampang mendengarkan orang lain.


Pada kenyataannya Allah juga tidak mengecewakan kita, disetiap doa insya Allah selalu ada jawaban, hanya kita saja yang bodoh terkadang tidak sadar jawaban Tuhan. Untuk saya sendiri pernah punya pengalaman hidup, suatu saat dimasa lalu pada keadaan miskin, bersama istri tinggal dirumah kontrakan yang sempit di gang yang harum bau selokan. Setiap hari berdoa kepada Allah agar diberi kekayaan, saya pun sadar saat itu seakan saya menghambakan harta, berdoa siang malam dengan maksud dan tujuan "harta". Maka Allah beri kenikmatan harta dengan bisa beli beberapa rumah dan apartemen. Itu melenakan, disaat terpenuhi dan mulai bosan, malah seakan melupakan Tuhan; dimana tiap hari berdoa dengan khusyuk, puluhan ribu dzikir dan sholawat dilantunkan sampai subuh, puluhan rakaat sholat sunnah di tengah malam, puluhan juz bacaan disiang hari, sholat duha tak pernah terlewat, puasa senin-kamis, namun semua itu perlahan ditinggalkan. Sedih rasanya teringat itu semua. Mengapa diriku dulu mencari Allah karena dunia bukan menyembah Allah secara kaffah. Apa ini ujian agar tersadar bahwa apalah artinya harta, jika kemudian sakit dan meninggal ternyata tidak dibawa mati, apalagi jika yang tersayang mendahului yang malah meninggalkan kesedihan yang mendalam disisa umur kita.


But anyway, lupakan saya, kita lanjutkan kembali, majalah SWA, salah satu majalah bisnis terbesar di Indonesia, pernah merilis sebuah survei yang menurut saya cukup menarik untuk diperbincangkan. Dalam survei itu ditanyakan kepada kaum profesional, bisnisman, serta orang-orang yang bergelut di birokrasi, yah orang berpenghasilan menengah keatas

Ditanya apa aktivitas sehari-sehari yang selama ini mampu membuat mereka bahagia?


Inilah jawaban mereka:

1. Saat berkumpul dengan keluarga

2. Tidur/istirahat

3. Travelling

4. Nonton televisi atau bioskop

5. Shopping

6. Bekerja

7. Memasak

8. Olahraga

9. Membaca

10. Bersosialisasi dengan masyarakat

11. Bersosialisasi di dunia maya

12. Mengurus anak

13. Mendengar musik

14. Berkumpul dengan teman-teman

15. Bermain games

16. Santai

17. Melaksanakan ritual keagamaan

18. Berbagi cerita atau pengalaman

19. Lainnya


Hasil survei ternyata menarik untuk kita diskusikan. Berkumpul dengan keluarga ternyata menempati urutan pertama, maka bisa kita maklumi jika momentum mudik adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu oleh mereka yang beraktivitas di rantau. Karena ini menjadi hal yang membahagiakan dalam hidup mereka. Mereka belajar, bekerja, berusaha, berjuang di kota lain, salah satu motivasinya adalah untuk membahagiakan keluarganya. Mereka rela untuk hidup susah di kota lain dengan semboyan, pantang pulang sebelum sukses. Semua itu dilakukan demi membahagiakan keluarganya. Maka rasanya wajar jika berkumpul dengan keluarga adalah saat yang sangat dinanti oleh mereka.


Atau juga saat ini disaat kita Work from Home, terasa nikmatnya berkumpul dengan keluarga. Saya suka melihat anak buah saya diseberang sana saat net meeting via Zoom, saat anak-anaknya menggoda bapaknya, namun bapaknya tidak langsung marah mengusir pergi namun dengan sigap malah memangku anaknya, terlihat pancaran kebahagiaan saat net meeting itu berlangsung walau sering terdengar kericuhan suara anak-anak.


Namun saya pun maklum tidak semua orang selalu bahagia saat berkumpul dengan keluarga, bisa kita lihat bahwa saat banyak waktu berkumpul dengan keluarga seperti di China saat isolasi Corona, malah angka perceraian meningkat pesat. Ketika menghabiskan banyak waktu bersama selama masa isolasi, ternyata beberapa pasangan malah jadi sering bertengkar. Mereka cenderung berargumen karena sesuatu yang remeh temeh dan ingin cepat-cepat bercerai. Adakalanya memang memisahkan waktu besama pasangan, dan waktu untuk diri sendiri malah akan menambah kualitas pernikahan.


Saya tidak akan membahas satu per satu dari item tersebut. Saya tertarik untuk langsung meloncat ke pilihan nomor tujuh belas, yakni melaksanakan ritual keagamaan. Mungkin ada sebagian orang yang ketika membaca hasil survei ini lantas mengelus dada, kok bisa-bisanya hubungan dengan Tuhan ada di urutan yang hampir buncit, kalah dengan berkumpul dengan keluarga, tidur, travelling, dan seterusnya. Kok bisanya mereka menjadikan ritual peribadatan kepada Tuhan bukan sebagai hal yang paling membuat mereka tenang dan bahagia.


Tapi saya, sebagai seorang yang mungkin kualitas jiwanya tidak jauh dari hasil survei tersebut, justru sangat bersyukur dengan hasil survei itu. Mengapa? Walau di nomer tujuh belas, namun setidaknya masih ada yang memilih itu. Yah dalam kehidupan modern yang segalanya serba materialis seperti saat ini, ternyata masih ada orang-orang mulia yang menikmati ibadahnya kepada Tuhan. Dalam kehidupan yang serba cepat dan supersibuk ini, setidaknya masih ada ya orang yang menjadikan ibadahnya sebagai salah satu media untuk mendamaikan jiwanya, menenangkan hatinya, membahagiakan hidupnya. Dan saya terus berdoa semoga suatu saat Allah mengaruniai kita hati yang mampu menikmati ibadah-ibadah kita. Sehingga ibadah bukan lagi menjadi beban, tapi menjadi kebutuhan.


Saya selalu iri ketika ada orang yang bisa menikmati ibadah-ibadahnya. Menikmati salat-salatnya, menikmati zikir-zikirnya, dan menikmati tilawah-tilawahnya. Sungguh saya selalu iri ketika menyaksikan orang-orang yang mampu menjadikan salat, zikir, atau tilawah sebagai rutinitas yang seolah menjadi makanan dan sumber energinya. Saya selalu berdoa, semoga suatu saat bisa menjadi manusia sekualitas itu, yang menjadikan salat bukan hanya sebagai kewajiban, tapi sebagai kebutuhan.


Sebagaimana ketika Rasulullah ketika menghadapi persoalan yang pelik, tak jarang beliau memanggil Bilal, “Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan salat." Ketika kita menjadikan salat sebagai kewajiban yang kita kerjakan dengan bermalasan, Rasul dan sahabatnya justru menjadikan salat sebagai istirahatnya. Ya istirahatnya.


Kang Jay

Jayadiningrat VIP


Kemarin-kemarin, dengan seabrek kesibukan saya sehari-hari ke kantor, mengurus tetek-bengek, meeting dengan customer dan rekan2, nge-training, sarapan, makan siang, atau memenuhi janji tamu. Waktu yang saya habiskan seharian seakan-akan hanyalah untuk mondar-mandir ke sana kemari. Di hari-hari paling sibuk, waktu sholat dan rehat sejenak di musholla bagaikan kemewahan.


Bahkan selama akhir pekan, satu-satunya kesempatan untuk bersantai-santai, masih saja tak kurang sibuknya, kendati kali ini kegiatan adalah jalan-jalan, bersama teman atau keluarga. Ada nge-mall, menghadiri undangan pernikahan, momong cucu, belanja mingguan, nonton Film yang gak boleh terlewatkan di bioskop, yang semuanya menuntut saya bermacet ria di jalan dan terus-menerus berkejaran dengan waktu di tengah kota metropolitan.


Sesekali saya menandai hari bebas di kalender, minimal setengah hari, apakah itu selama akhir pekan atau ketika saya memutuskan untuk mengambil cuti kerja sehari. Hanya karena saya ingin puas bermalas-malasan di tempat tidur sampai siang.


Bisa bermalas-malas di tempat tidur sementara seluruh dunia sudah terbangun dan siap-siap beraktivitas, adalah salah satu kemewahan hidup yang paling nikmat. Kita bisa kembali ke hari-hari ketika masih sekolah dulu dan pada pagi hari di akhir pekan ketika kita bangun pagi namun baru ingat itu hari libur dan bisa lanjut tidur untuk bangun di siang hari. Itu sungguh sangat menyenangkan.


Saat ini, sudah seminggu lebih WFH (Work from Home) dijalani, saya pun sadar ini bukan saatnya kita rebahan dengan damai saat menghadapi kenyataan bahwa virus Corona menghantui kita semua.


Namun kendati di kondisi ini, tetap saja terasa nyaman sekali bila bisa tidur pulas dan tanpa mimpi selama berjam-jam, seolah menebus kekurangan tidur selama berminggu-minggu yang lalu. Dan baru terbangun kala matahari siang menyapa dan ada geliat rasa lapar di perut.


Selama berlama-lama di atas kasur ini, kita tak usahlah merasa bersalah, tetapi anggaplah sebagai hadiah yang pantas kita dapatkan karena kita sudah memaksakan diri bekerja bertahun-tahun bahkan kadang tidak mengambil cuti dalam setahun. Inilah saat yang tepat untuk menyadari kembali tubuh sendiri, merasakan punggung melesak di atas kasur, jemari kaki memuntir-muntir di bawah selimut, mata menatap nanar ke langit-langit kamar, dan pikiran mencoba memunculkan mimpi yang hanya samar-samar teringat.


Nyaman sekali rasanya terus rebahan di kasur sampai tubuh mengatakan, “cukup" dan saya pun bangun untuk menyapa dunia dengan semangat yang telah segar kembali. Membuka laptop untuk check email dan schedule vicon via zoom untuk memulai WFH. Sambil membayangan sore hari bakal lanjut rebahan kembali saat kerjaan selesai, tanpa lelah bermacet ria. Lanjut dua minggu kedepan, nikmat ilahi apa yang kita dustakan.


Oh Corona, kamu memberi kami rasa takut namun juga memberi kami kenikmatan rebahan dan menyadari kembali tujuan hidup kami.


Semoga wabah ini segera berakhir karena bagaimanapun ada saudara-saudara kami yang tidak senikmat kami, paramedis, pekerja sektor informal, driver ojol, public service dll. Terus berjuang saudaraku, semoga Allah menggantikan saat ini dengan saat lain dalam kenikmatan.


Menanggapi masukan dari teh Ning. Ada punya pengalaman juga di saat wabah Corona ini. Seorang kakek 83 tahun jual mainan anak-anak di pinggir jalan yang sangat sepi.



Ketika ditanya "sudah berapa mbah dapat hari ini?", 'Baru 5 ribu rupiah dari jam 1 siang sampai jam 5 sore, untuk makan aja tidak cukup'. Kemudian tanya kembali, "keluarga mbah dimana?", dia menjawab istri sudah meninggal, anak-anak semua kerja diluar jawa, disini ngontrak dipinggir rel sendiri. Trenyuh, kemudian saya tanya boneka dan pancing2an itu harganya berapa? 20rb dan 30rb, beli 4.

"Nda takut sama virus Corona?", 'Nda takut, saya sudah tua pasrah saja'.


Contoh lain seorang nenek usia 90th penjual keripik dan kerupuk:


Atau penjual ulegan batu, selalu membawa anaknya sejak usia 2 bulan karena istrinya meninggal setelah melahirkan:



Pedagang harian maupun pekerja sektor informal inilah yang sangat berat merasakan akibat dari wabah Corona ini, kebayang kalau sampai lockdown, bagaimana mereka akan hidup. Kalau ada yang jawab, itu tugas pemerintah, lalu apakah yakin pemerintah jeli hingga sampai menbantu ke orang-orang terpinggirkan ini. Bagi yang vokal untuk segera lockdown, apakah kalian tega melihat nasib mereka jika lockdown diterapkan?. Apakah kalian pernah membantu?, atau cuma sibuk mengkritik pemerintah, atau menutup diri rebahan dengan nikmat. Tapi hidup itu pilihan, ada kala kita suka tutup mata, saya pun maklum, karena diri sayapun kadang begitu, tapi setidaknya ingatlah 2,5% penghasilan kita ada hak untuk mereka, ini WAJIB.


Kang Jay

Jayadiningrat Mar 30 '20 · Tags: rebahan, leyeh-leyeh
achyee VIP
Minaaaaahhhh...

Elo lagi kenapa dah, sunday2 ginih pake ngadat kaga bisa dibukak ?

Server elo down apa dihack sih minah ??

Aslik lho ini ada kegabutan sepagian ini gegara kaga bisa bukak lapak dimarih.


Kalo emang down, keknya web elo kudu diapalah apalah deh biar kaga gitu2 lagi. Cobak member yang ngerti soal IT komen deh nih web apa server apa gimana dah kudu diapain gituh sama yang empunya AN.


Udahlah lagi gencar physical distancing, lagi gencar suruh stay at home, pas mo maen dimarih kaga bisa, berasa kek makin jauuuuuhhhh....ama jodoh dah. Keganggu ini minah para jombeloh jombeloh pencari cinta sejati dan jodoh dunia akhirat. Para imam kesendat cari makmum. Para makmum kesendat cari imam. Utamanya ini buat yang mikirnya dapet jodoh cuman dimarih doang....hahahahaaaaa


Khususan gw sih yang paling berasa bukan masalah jodoh, jodoh ga cuman dimarih yak masih banyak lapak lapak laen yang menawarkan hal serupa. Jiwa rusuh gw meronta minah kalo server elo down....hikss

achyee Mar 29 '20 · Komentar: 21
nkholish VIP
Marilah kita sll bermuhasabah (menghisab diri)

Allah Swt telah memerintahkan kita untuk sll melakukan Muhasabah dan Self Awareness (kesadaran diri), tidak hanya dilakukan saat terjadi pandemi covid 19 seperti sekarang ini ataupun pada saat kita tertimpa musibah, namun setiap saat sebelum kita melakukan perbuatan dan setelah melakukan perbuatan. Terlebih lagi muhasabah jg dilakukan disaat kita sendiri dalam keheningan malam, merenungi segala kesalahan diri dan memohon ampunan-Nya. Sebagaimana firman-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Seperti yg dilakukan para sahabat, tabiin dan orang saleh terdahulu dengan ketat menghitung kesalahannya sebelum dihisab pada hari kiamat. Hal ini dikarenakan Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR. Tirmidzi).

Semoga bermanfaat..
Cepiring, 28 Maret 2020
Pages: « Previous ... 211 212 213 214 215 ... Next »
advertisement
Password protected photo
Password protected photo
Password protected photo