Ketika di tengah perjalanan Sebuah kereta api tiba-tiba berhenti mendadak. Tidak biasanya kereta api itu tiba-tiba berhenti di kota kecamatan kecil. Para penumpang, yang sebelumnya tenang bahkan banyak yang terkantuk-kantuk jadi bertanya-tanya. Seorang anak muda, didorong keingintahuan yang besar, melongok ke luar pintu dan bertanya kepada seorang penjaja makanan yang kebetulan melintas. "Ada apa sih, Mbok?"
Si penjual makanan dengan cepat menjawab: "Ada nasi rames, ada pecel".
Masih di dalam kereta yang sama, akhirnya kereta tepat berada di sebuah jembatan. Seorang ibu, yang mungkin berasal dari Tegal, menjulurkan kepalanya melihat segerombolan angsa sedang berenang-renang di sungai.
"Wah! Banyak sekali" komentarnya dengan lafal yang medhok. Bapak-bapak
disebelahnya, dengan logat Betawinya yang kental menimpali: "Iye, ye, banyak sekali".
Anekdot yang pertama benar-benar 100% sebuah kesalahpahaman. Si pemuda
tentu berharap bahwa si Mbok penjual makanan setidaknya memberikan jawaban tentang apa yang ada di depan lokomotif sehingga membuat kereta api berhenti. Sementara si Mbok berpikir bahwa pemuda itu menanyakan jenis dagangannya.
Yang kedua adalah miskomunikasi yang kebetulan bermakna paralel. Si ibu
dari Tegal mengungkapkan rasa takjubnya bahwa ada "banyak", yang dalam
bahasa Jawa artinya angsa, sebanyak satu sungai. Atau dengan kata lain,
sungai itu penuh dengan angsa. Kata "se-kali" di situ berarti satu sungai.
Miskomunikasi yang menggelikan juga tergambar dalam anekdot orang-orang
yang antri di WC umum. Jika antrian orang-orang di luar sudah tidak
tahan untuk melepas hajat, maka yang di dalam WC masih tampak tenang-
tenang saja. Spontan seseorang yang seharusnya mendapat giliran selanjutnya tidak tahan lagi dan bertanya "Atos, Maaas?"
Teriaknya dalam bahasa Sunda. Merasa dihardik, orang Jawa yang di dalam
WC menongolkan kepalanya dan menyahut dengan ketus. "Atos ndasmu (Atos
kepalamu!) Orang jelas-jelas (maaf) mencret begini!" Miskomunikasi terjadi, karena atos yang dalam bahasa Sunda berarti "sudah", dan berarti "keras" dalam bahasa Jawa.
Selain faktor keragaman bahasa, miskomunikasi juga bisa terjadi karena tidak adanya kesamaan -field of experience- atau medan pengalaman dari komunikator kepada komunikannya.
Sangat menarik menyimak pendapat seorang pakar psikologi anak-anak ketika diajak oleh seseorang rekannya untuk membuat sebuah program anak-anak di televisi.
"Aku bersedia" sahutnya "asalkan dalam sebulan ini kita bergaul penuh dengan anak-anak. Bermain dengan mereka, bercanda dengan mereka, berjalan-jalan dengan mereka. Syaratnya, selama berada di tengah mereka kita harus merendahkan tubuh kita agar sejajar dengan anak-anak ini".
Mengapa? Ahli psikologi itu menekankan bahwa betapa sering kita memandang banyak hal dari sudut pandang kita, dan bukan dari sudut pandang lawan bicara kita. Contohnya, kita acapkali merasa gembira karena merasa telah mengajak anak-anak berkeliling kota mengendarai mobil. Padahal selama perjalanan yang dilihat anak-anak tidak lebih dari pada panel-panel dasbor yang membosankan. Mereka belum bisa menikmati asyiknya pemandangan di luar mobil.
Bagaimana terhadap hal mencari jodoh, apakah ada yang mengalami miskomunikasi antara member disini?
Oh ya...salam kenal buat semuanya dari saya member baru di AN ini