Di dalam kamarnya, gadis itu sedang membuka Instagram. Dia mengunjungi sebuah profile, dan... foto-foto cantik tersebar di layar ponsel. Pujian yang bertumpuk di kolom komentar, dan ada hati yang diam-diam iri.
“Dia cantik banget, sih.”
“Body goals.”
“Coba kalau kulitku seputih dan semulus ini.”
“Enak, ya. Nggak usah mikirin soal jodoh. Siapa aja pasti mau sama dia. "
Lalu, dia mengunjungi profile-profile yang lain. Kecantikan-kecantikan lain. Pujian yang lebih banyak. Hati yang lebih iri.
Lelah dengan hati yang iri, gadis itu keluar dari lnstagram. Beranjak dari tempat tidurnya, menyalakan lampu kamar, melangkah menuju cermin, lalu mata gadis itu menatap ke dalam cermin. Satu langkah, ia mendekat. Dan, mata itu berubah kritis.
“Gila, ya, gue jelek banget. "
Dia mengarahkan wajahnya lebih dekat dengan cermin, mematut kanan-kiri. “Aduh, kok bekas jerawat nggak hilang-hilang sih?”
Dia menatap perutnya, menggenggam lemak di sana. Tak bisa bicara, hanya menarik napas yang terasa sesak.
"Siapa yang mau sama orang kayak aku..."
Dia berjalan mundur, menjauhi cermin, dan beragam macam suara bermain di kepalanya.
Emang ada yang mau sama kamu?
Fisik kurang oke. Pintar enggak. Kaya juga kagak. Belum lagi kekurangan lainnya.
Bisa apa kamu emangnya?
Kamu nggak menarik.
Dan, dia duduk tersungkur di ujung tempat tidurnya. Kecemasan mencekiknya, membuat dadanya terasa penuh hingga bernapas pun terasa berat. "Siapa yang bakal memilih orang seperti aku?".
Aku tahu kau sedang merasakan ini.
Masalahnya, telah lama kau menutup mata. Sibuk memperhatikan kehidupan gadis-gadis lain yang lebih cantik di Medsos. Coba, sesekali lihatlah sekelilingmu. Tak perlu jauh-jauh. Tengok sekitar. Kau akan menemukan orang-orang dengan berbagai ras, warna kulit, ukuran dan bentuk tubuh. Pada akhirnya, mereka akan menemukan pasangan mereka.
Di dunia ini, ada orang-orang yang menjadikan fisik lawan jenis sebagai segalanya. Ya sudah, biarkan mereka, kau tak perlu memedulikan mereka. Hapus mereka dari daftar calon pendampingmu. Ada penilaian yang lebih berharga daripada fisik. Namun, kau juga harus berhenti menilai seseorang berdasarkan fisiknya. Bukankah kau tak suka dinilai berdasarkan fisik? Maka, jangan jadikan tisik sebagai segalanya. Termasuk bagaimana kau melihat dirimu. Apreasiasi dirimu. Syukuri bagaimana kau telah diciptakan. Tuhan yang Maha Esa lebih tahu tentang penciptaan Nya. Selalu ada hikmah tersembunyi yang belum kita lihat hari ini.
Masih tentang fisik, lihatlah berita-berita di internet: apakah ketampanan dan kecantikan adalah jaminan menemukan pasangan yang membahagiakan? Bila ya, tentu, kita tak perlu mendengar kisah perceraian dari orang orang kelas atas. Kaya, tampan dan cantik, populer, tetapi hidupnya berantakan. Fisik tak pernah jadi jaminan.
Kabar baiknya, di luar sana, ada seseorang yang ketika melihat dirimu, dia akan bergumam, “Dia tipeku.”
Namun, mengapa kebahagiaan kita harus divalidasi oleh seseorang lain?
Mengapa kita tidak berdiri di depan cermin, melihat berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada pada fisik kita, dan bersyukur pada apa yang telah kita miliki?
Mencintai menghargai mulai dari dirimu, untuk dirimu sendiri. Jika kamu saja tidak bisa mencintai diri sendiri, bagaimana orang lain bisa jatuh cinta kepada dirimu? Hidup terlalu singkat untuk meratapi kekurangan. Fokuslah pada kelebihanmu dan rangkul dirimu secara utuh.
Saya doakan eneng dan teteh disini segera mendapat jodohnya, namun pelan-pelan teliti bobot bibit bebetnya. Untuk pria, jangan juga mengambil jalan pintas seperti dibawah ini, namun buktikan dengan kerja kerasmu bahwa kamu layak menjadi pria tulen yang sukses.
Btw, jadi giung pisan nyak. Kalau yang tua-tua kayak aku bisa kagak ya, just wondering..
Kang Jay
Oleh | Jayadiningrat |
Ditulis | Apr 5 '20 |
Dinding Komentar