Jangan. Jangan kirimkan foto itu.
Ini bukan cerita dibuku stensilan yang mudah didapat dulu di terminal tapi ini kisah cinta yang mudah ditebak. Begini alurnya:
Episode 1
Kalian berkenalan di media sosial atau bahkan di AN ini. Berbincang sederhana, bertukar informasi-informasi kecil. Dan ternyata, kalian tinggal di pulau yang sama, tetapi terpisah jauh. Dia di barat, kau di timur.
Episode 2
Bulan-bulan telah berlalu, dan percakapan kalian semakin intens. Tak lagi di AN, tak lagi medsos. WA sudah jadi tempat nongkrong kalian. Dan, ada satu hal baru: aku tak tahu apakah kalian sudah saling bertemu; yang kutahu kalian sudah saling merasa. Saling mengirim kode dan sinyal.
Episode 3
Kalian jadian. Sesederhana itu. Semudah itu. Sebahagia itu.
Episode 4
Episode penuh keromantisan. Ucapan selamat pagi. Menukar foto baru bangun tidur. Saling mengirim foto untuk kegiatan hari itu. Telepon berjam-jam di malam hari. Video chat sampai tengah malam. Kata-kata seperti aku-kangen, pengen-cepet-ketemu, aku-sayangbanget-sama-kamu mengudara dalam ruang komunikasi. Romantis, membahagiakan, menenangkan.
Episode 5
Sudah berbulan kalian berhubungan. Dia meminta foto itu.
“Ini buat aku aja, Sayang.” “Bakal langsung aku hapus, kok, Sayang.” “Nggak usah takut, gimana pun bentuk badanmu, aku tetap sayang. Malah makin sayang."
“Masalahnya, kita LDR terus, Sayang. Aku nggak pernah macem-macem di sini. Aku setia sama kamu. Aku maunya sama kamu. Aku janji bakal selamanya sama kamu.”
Kau memang cinta, tetapi tak sebodoh itu. Di episode ini, hubungan kalian merenggang. Kata putus nyaris meluncur dari mulutmu.
Episode 6
Dia datang kembali, memohon maaf, meluluhkan hatimu dengan janji manisnya.
Kau sudah cinta, cinta yang mendalam, maka kau membuka hatimu untuknya. Kalian kembali.
Episode 7
Kali ini, dia bermain lebih cantik, Lebih rapi.
Dia selalu tahu cara menyenangkan hatimu, melemahkan seluruh saraf dalam hatimu, menyebarkan cinta yang berlebihan ke seluruh sudut hatimu.
Membuatmu cinta buta kepadanya. Dan, saat dia tahu kau sudah sangat sayang kepadanya, dia mengulang apa yang dia lakukan di episode lima. Meminta foto itu. “Tapi, aku takut...,” katamu. Dia berusaha meyakinkanmu, menenangkanmu.
“lni cuma buat aku. Aku kangen banget sama kamu. Aku sayang kamu. Kamu sayang aku juga, kan?” Dan malam itu, di depan cermin, kau memotret dirimu, hanya dengan pakaian dalam.
Episode 8
Akhir-akhir ini, hatimu melambung. Dia lebih baik kepadamu. Dia selalu memujimu. Dia memuji tubuhmu yang tak sempurna, Dia memuji bekas luka yang tak pernah pudar di lenganmu. Dia mencintai setiap sudut pada tubuhmu, dalam dirimu. Dan, dia senantiasa mengungkapkan itu dalam suaranya yang dalam, di tengah malam saat kau kesepian.
Tenggelamlah dirimu dalam lautan cinta. Sayangnya, dia adalah ombaknya. Malam itu, dia meminta foto itu lagi. Kali ini, tanpa busana.
Kau menolak. Tetapi, dia mengancam. Sebab dia tak pernah menghapus fotomu yang dulu. Tersimpan rapi di memori ponselnya. Dilihatnya berulang kali, pada saat-saat tertentu.
Tak punya pilihan, kau melakukan apa yang dia minta. Dan, kau tak pernah setersiksa ini dalam sebuah hubungan.
Episode 9
Dia terus meminta, meminta, meminta. Foto yang baru, pose yang lain, sudut yang berbeda, begini, begitu. Dan, kau tak pernah punya pilihan. Tak mau menuruti? Dia mengancammu: putus dan fotomu disebar.
Meminta bantuan orang lain? Ini aib yang terlalu memalukan. Membawa ini ke jalur hukum? Kau terlalu pusing memikirkannya, tak tahu caranya. Tetap bertahan? Kau sudah tak sanggup.
Episode 10
Bulan-bulan berlalu, foto-foto lain terkirim. Namun, akhir-akhir ini, dia sudah bosan.
Di satu sisi, kau lega. Sudah jarang dia meminta foto-foto itu. Namun, rasa lega itu hanya sebentar. Sebab saat kau berjalan keluar rumah, kecemasan menyebar di seluruh tubuhmu. Seolah semua orang sedang menatapmu. Seakan orang-orang akan tahu rahasiamu.
Di sisi lain, kau nelangsa. Kerelaanmu dulu, rasa sayangmu yang besar, perhatianmu; semuanya tak lagi digubris olehnya. Dia sudah jarang mengirim pesan. Pesan darimu? Lama sekali dibalas. Dengar-dengar, dia dekat dengan perempuan lain. Seakan apa yang kau lakukan dulu tak ada lagi harganya. Kau digantung dalam hubunganmu sendiri. Hati dan rahasiamu ada dalam genggamannya. Segalanya serbasalah.
Episode Terakhir
Hutan belukar selalu punya jalan keluar; lorong gelap selalu punya ujung cerah; pun setiap permasalahan pasti ada solusinya.
Kau mungkin bisa mempelajari hukum dari masalah ini, bertanya kepada orang-orang yang lebih ahli di bidangnya, berkonsultasi dengan orang-orang yang bisa kau percaya dan memikirkan strategi bersama.
Namun, jika kau benar-benar tak tahu harus memulai dari mana... maka, hamparkanlah sajadahmu, panjatkanlah doa dengan sungguh-sungguh, penuh keyakinan, terimalah bahwa ini merupakan kesalahan, tetapi yakinlah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, karena...
Lalu, perbaiki shalatmu. Perhatikan caramu berwudhu, gerakan, dan bacaan shalatmu, sudahkah kau melakukannya dengan benar?
Belajarlah, bersabarlah, berdoa, yakinlah.
Mungkin, ini terlihat seperti... tak masuk akal.
Bagaimana bisa hidup berubah bila kau hanya memperbaiki dirimu di hadapan Tuhan yang Maha Esa semata?
Tetapi, aku melihatnya begini: kau sedang memperbaiki hidupmu di hadapan Tuhan yang Menciptakanmu, yang Menciptakannya, yang Menciptakan seluruh alam semesta, yang Mengatur tata surya yang kompleks dengan sempurna. Bagaimana mungkin Tuhan yang Mengatur seluruh alam semesta ini dengan sempurna tak dapat memperbaiki hidupmu yang tak ada apa-apanya dari kompleksnya alam semesta ini?
Percayalah, segalanya akan membaik.
Mungkin, dia akan berhenti meminta foto itu.
Mungkin, dia tak pernah lagi menghubungimu.
Mungkin, dia sudah bosan. Mungkin, dia akan berselingkuh dengan perempuan lain, memaksanya menghapus semua jejakmu, termasuk foto-foto itu. Memang, ini akan sangat menyakitkan. Tetapi, ini adalah titik balik bagi hidupmu. Kau bebas.
Dan, jika sewaktu-waktu dia mengancammu, sekuat apa pun ancaman itu, kau lebih dekat dengan Tuhan yang Maha Kuasa atas Segala Sesuatu, dia bisa apa?
Sebelum ini semua terjadi, jangan, jangan kirimkan foto itu.
Dan, mari perbaiki diri sejak dini.
Kang Jay
Oleh | Jayadiningrat |
Ditulis | Jul 23 '20 |
Dinding Komentar