Berantakannya aku harus worth sama bahagianya kamu. Kalo ngga, sia-sia dong sakit hati aku!
Setidaknya, aku sudah mencintai kamu sebisaku. Memperlakukan kamu sebaik-baiknya yang aku mampu. Tapi kalo itu menurutmu masih kurang, ya udah. Kamu berhak memilih calon istri yang terbaik untukmu. Aku tahu diri kok!
Menurut pendapat ku gini, kalo emang kamu laki-laki lebih baik jangan mencintai perempuan dalam diam. Kecuali kalo itu perempuan udah punya pasangan dan berkeluarga, maka mendingan sih emang dikubur aja tuh cinta, jangan jadi orang ketiga atau perusak hubungan rumah tangga orang.
Kalo kamu emang laki-laki jangan hanya mencintai perempuan dalam diam, sebab yang namanya dalam diam tidak ada upaya mengupayakan. Tidak ada keberanian dalam mewujudkan.
Cinta dalam diam itu hanya untuk mereka yang ragu, hanya untuk mereka yang semu.
Maaf ya, bukan maksudku untuk meremehkan laki-laki yang lebih memilih mencintai dalam diam. Tapi bagiku, bahasa diam adalah bahasa menunggu.
Apalagi untuk seorang laki-laki, jelas bahasa diamnya adalah bahasa ragu.
Jadi kalo kalian itu laki-laki, JANGAN MENCINTAI DALAM DIAM SAJA!
CINTAILAH SEORANG PEREMPUAN DENGAN SEBUAH TINDAKAN.
Karena yang namanya cinta yang baik itu bukan cuma bersedia, tapi juga bersetia.
Cinta juga bukan cuma soal tubuh dan butuh, tapi juga soal betah dan tabah.
Cinta itu juga saling menuntun, bukan saling menuntut.
Jangan terus-terusan cuma berbenah diri, yang namanya cinta juga butuh berbenih hati.
Jangan cuma mau dikuatkan, itu mah urusan mengawani. Lebih asyik ya di KUA kan, urusannya sampai mengawini.
Nyatanya nihil.
Gak ada usaha, untuk suatu pembuktian. Ketemuan utamanya!
Beberapa kali kami chat di WA (itupun selalu aku yang ngechat duluan dan dia seperti ga punya inisiatif buat komunikasi telpon atau sms nanya kabar) ngebahas soal kepastian keseriusan dia tanpa bermaksud memaksa, tapi jawabannya sibuk kerja, belum ada waktu. OKe, fix! Aku maklumi, lebih tepat berusaha ngertiin.
Tapi akhir-akhir ini aku mikir(setelah 2 bulan aku sengaja menghilang pengin tau dia merasa kehilangan atau gak, paling ga sms kek tanyain aku lah tapi nyatanya dia blass gak peka)arah ta'aruf ini sebenarnya kemana ya?!.
Kok aku merasa, cuma aku aja yang punya inisiatif soal komunikasi sementara dia entah. Aku merasa, aku gak bisa memahami jalan pikiran dia gimana.
Kamu dan aku sama-sama kerja, kita tau sesibuk apapun kalo emang menurutmu aku penting dalam hidupmu ya kamu pasti akan ngehubungi aku. Basa-basi telpon, ngobrol nanyain kabar paling gak seminggu dua kali kek, gak nuntut aku harus tiap hari chat kirim kabar. Tapi ini sama sekali gak. Kamu bahkan lebih pasif dari yang aku sangka. Disini aku mulai ragu.
Apa iya kita ini 'sama-sama'?
Apa sih makna sama-sama buat kamu?
Karena kalo aku nih memaknai "sama-sama" sebagai berikut:
kalo aku kenapa, aku pasti cerita. Kamu kenapa, sini cerita, kita sharing gitu lho; kalo aku bisa bantu, ya aku akan bantu. Kalo kamu kenapa aku gak tau, kamu naroh beban sendirian, aku buat apa bertahan selama ini sama kamu?
Hubungan dua orang manusia yang berbeda gender ini haruse sih timbal balik. Bukan timbalnya doang tapi ga dibalikin. Kalo aku nyaman, ku juga pengin kamu ngerasain hal yang sama. Kalo komunikasi sepihak kayak gini, dan kamu ngerasa gabisa luangin waktu buat ketemu orangtuaku, ya udah buat apa "sama-sama"?! Karena kayaknya kita udah gak sevisi.
Kamu lagi kenapa, aku gak tahu, karena kamu jarang ngomong terbuka soal diri kamu ke aku. Kamu lagi ngerasain apa, I have no Idea. Aku jujur ga tahu perasaaan kamu sekarang itu gimana. Kamu juga gak ada inisiatif buat cerita, padahal kamu tahu nomor teleponku.
Ini yang buat aku mikir ulang, apa cuma aku sendiri yang antusias sementara kamunya selow gampangin gitu aja. Buat apa sama-sama tapi aku merasa kita udah ngga "sama-sama"?