Berikut saya tuliskan kembali kisah seorang sahabat muslim, yang begitu indah proses bertemu jodohnya dan awet sampai sekarang hampir 6 tahun menjalani pernikahannya.
Saya akan bahas mengenai Tafakkur, maaf mungkin bahasan yang cenderung ngebosenin he he.
Agar amalan kita bernilai, kita harus mau namanya Tafakkur. Kenapa? Yo, kita itu manusia yang sok2 keliru, sok2 salah, kadang2 ndak pas. Biar pas gimana? Ya kita sering merenungi perbuatan kita sendiri. “Aku seharian Ta'aruf di kosan ngapain aja?, yang dilakukan apa?”, ta'aruf kok dikosan seharian pulak haha. “Dikantor tadi ngapain aja ya seharian? Padahal aku punya tugas apa, kok cuman ngobrol aja di kantor berjam2”. Itu namanya Tafakkur. Kalau malem sempatkan tafakkur, kata Syekh Abdul Qadir Jailani. Seorang Syeh dari Bagdad keturunan Rasulullah dari garis ayah maupun ibu, yang memperoleh gelar Sulthanul Auliya (Raja dari seluruh para wali).
Orang yang ndak pernah Tafakkur, itu ndak akan naik level. Kita diceramahi sama Ustadz tiap hari, itu ndak ada gunanya kalau isi ceramahnya ndak nyambung sama hidup kita sehari2. Nah, untuk bisa nyambung gimana? Ya, tafakkur. “Tadi pak Ustad bahas tentang ciri2 bully dan dosanya, saya pernah ngebully orang gak ya”. Tafakkur tuh kayak sistem komputer lagi nyocokin kompatibilitas software2nya biar nyambung.
Orang yang berilmu yang suka Tafakkur nilainya dibanyak Hadits disebut lebih tinggi dari Ibadah.
Menurut Syekh Abdul Qadir Jaelani, ada tiga jenis Tafakkur:
Pertama, Merenungi Sesuatu dan Mencari Sebabnya. Mencari bagian2nya sampai kemudian ketemu Allah. “Aku bisa begini karena siapa ya?”. Ada peristiwa, ditelusuri asal-usulnya. “Ya sih, semuanya memang skenarionya Allah.” Tafakkur yang seperti ini, kayak ibadah satu tahun, katanya Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Kedua, Merenungi Perbuatannya, Terus Mencari Akarnya. “Apa saja yang telah aku lakukan? Cocok apa ndak ama kehendak Allah?” dan seterusnya. Nah, merenung semacam ini nilainya lebih dari 70 tahun ibadah. Padahal umur kita berapa tahun? Paling 70 tahun pas. Itu kayak seumur hidup ibadah.
Ketiga, Merenungi Hikmah kebijaksanaan Ilahi dalam segala hal. Bahwa apapun yang ditetapkan Allah, disitu ada ilmu, ada pelajaran, ada kebaikan. Jadi renungi segala peristiwa dan temukan hikmahnya. Ini bernilai lebih dari 1000 tahun ibadah.
Cuman ya kalau mau pahala 1 tahun, 70 tahun, 1000 tahun tuh jangan dihitung besarannya, karena kita suka pake kalkulator. Ya apa ya. “Wah sudah 70 tahun ibadah tah, kang, wah santai aku kang, berarti aku bisa ngapain aja sekarang kan aku udah Tafakkur bernilai 70 tahun ibadah.” Kita tuh mesti suka gitu deh he he. Itu sebenarnya simbolik, isyarat dari Syekh Abdul Kadir Jaelani, juga di ayat2 Al Qur’an maupun hadist2 shohih tidak secara explisit tidak disebutkan besarannya, bahwa segini lho besarnya pahala orang Tafakkur. Tapi intinya tuh ada yang pahalanya Biasa, ada yang Super, ada yang Istimewa. Yah kayak Martabak Bangka.
Jadi ada yang level biasa itu pahalanya seperti 1 tahun ibadah, ada yang pahalanya 70 tahun, ada yang pahalanya 1000 tahun. Itu tafakkur, maksudnya keutamaannya. Jangan dihitung matematikanya, jangan kita terikat pada hitungan2 itu, itu hanya untuk memotivasi kita melakukan Tafakkur, urusan pahala biar Allah yang ngitung. Jangan karena tahu berapa kali lipat pahala yang bakal didapat, langsung mikir kalau korupsi, “Kang, saya korupsi satu juta, dari satu juta itu tak shodaqoh-kan 100rb, kan nanti dapat pahala 70 ribu lipat. 70rb kali 100rb, wah…. hasilnya kan lumayan 70jt. Nah, dosanya sama pahalanya kan nanti menang pahalanya, kang. Berarti imbas kita, kang. Kan ngono.” Itu namanya matematika.
Itu yang kadang2 bikin para koruptor kalau habis korupsi langsung Umroh. Ya kan? Sebelum korupsi umroh, setelah korupsi umroh. Kenapa? Karena perbuatan diantara dua umroh itu diampuni 100%. Nah, ya itu kita sedang main matematika sama Gusti Allah. Emange Gusti Allah ndesit (Ndeso)? Ndak ngerti kalau mbok Apusi (Bohongi)?. Jadi itu tafakkur dasarnya.
Contoh lainnya, “Kang, saya sudah bisa shalat kok.” Ndak, harus tafakkur lagi. Padahal Shalatnya apa sudah benar apa nggak? Kualitas shalatnya dari zaman masih SMA sama sekarang kira2 semakin naik apa semakin drastis turunnya?. Nah itu kan tafakkur yang bisa menilai, “Iya ya, dulu saya shalat lama lho, kok sekarang kok bisa cepet, ya?. Kita mikir,”Apa ini gara2 aku semakin pinter karena sudah S3 apa ya, apa gara2 cepet itu karena waktunya mepet? Sibuk terus, apa gara2……?. Itu tafakkur. Terus terang kadang2 semakin pinter orang shalatnya semakin cepet. Masalahnya karena ilmunya banyak. Kita ngerti sela2nya mana yang cuman sunnah, mana yang mubah, mana yang wajib Karena shalat itu kalau diambil wajib2nya doang. Paling Takbiratul ihram, fatihah, ruku’, bahkan bacaannya aja kan sunnah, yang penting ruku’ terus sujud, cepeeet. Jadi nggak sampai 2 menit selesai empat rakaat. Wong diambil wajibnya saja. Apalagi fatehah kita suka agak di skip2, yo kan? Hehe. Tambah cuepet, express. Ya seprti kita nyetel video, di-fast forward, ada yang level dua, level tiga, tambah cepet tambah ceupet. Jadi, untuk memperbaiki yang gini2 ini, kita butuh Tafakkur.
Orang yang tidak mau menafakkuri dirinya, maka kualitas hidupnya ndak akan naik. Yo gitu2 aja terus, bahkan menurun mengikuti kemampuan otak kita yang menurun, suka lupa, akhirnya pikun. Maka, Tafakkur itu penting, selain juga berguna untuk mengasah otak kita. Yok mari kita sering2 Tafakkur.
Kang Jay
Kandasnya hubungan Krn ada hal2 yg tidak satu pemikiran dan ada jg yg terhalang restu orang tua.
Tapi bagi ku dan pria yg pernah dket dengan ku dulu kami punya komitmen apa pun itu baik dan buruknya kamu ckup aku yg tau.
Dan saat hubungan telah berakhir kita masih saling sapa walau hanya menanyakan kabar.
Semangat buat berbenah diri agar menemukan pasangan yg pantas buat mendampingiku.
Krn itu sebagai pria hrs bs menafkahi secara halal. Agar barokah. Sebagai pria hrs kreatif cari nafkah yg bnr.
HASIL KERJA ISTERI, 100 % MILIKNYA
Oleh karena itu, gaji, pendapatan, atau uang milik isteri yang didapatkannya dari jalan yang diperbolehkan syariat, secara penuh menjadi hak milik isteri. Sang suami, ia tidak mempunyai hak sedikit pun dari harta tersebut. Kelemahan fisik atau statusnya sebagai isteri, tidak berarti boleh “merampas” hak miliknya, atau memanfaatkan menurut kemauannya.
Tidak masalah bagimu untuk mengambil gaji isterimu atas dasar ridhanya, jika ia seorang wanita rasyidah (berakal sehat). Begitu pula segala sesuatu yang ia berikan kepadamu untuk membantu dirimu, tidak masalah, bila engkau pergunakan. Dengan catatan, ia rela dan dewasa.
Kl suami, bergaji atau penghasilan lbh kecil, sebisanya hrs bs menfakahi. Apapun profesiny. Agar suami berfikir kreatif secara halal mencari rezeki.
Kl numpang hidup tu.... harga diri pria, gmn? Gak pny rasa tanggungjwb. Akhirnya.... Byk yg pisah krn ego merasa pria palng....
Rasa mengalah pada pria hrs seimbang dg sifat wanita..... Bkn elo-elo and gw-gw....
Beda pria Indons & pria bule.... Stlh via survey. Gaji suami bule, 70% tuk istri. Kl suami Indons, gmn....? Diselewengkan tuk hal2 yg gak guna.
Egosentris pria beriman & pria yg gak paham agama.... gmn?
Tergantung amal & nasib.... Kl pria kyk gitu...
Tergantung nasib juga y..
Malam ini saya dapat ilmu baru dari teman seorang Milyader. Cukup membuka cakrawala pola pikir saya tentang resep cepat mendapatkan kesuksesan jodoh dan usaha versi dia.
Sering ada pertanyaan yang menohok ke kita tapi kita kadang susah menjelaskannya.
kok ada orang yang rajin shalat dan puasa tapi kenapa sering mereka melakukan hal yang tidak baik dimana yang salah?
Oke aku jawab pake bahasa Teknologi biar gamblang karena aku bukan ustad atau Kiai.
Untuk membuat sebuah database maka harus pake "create dan use" (niat dan proses)
di dalam database ada namanya tabel dan di dalam tabel ada kolom dan lajur. dan untuk mengisi kolom dan lajur ada namanya record.
Kenapa orang yang rajin shalat dan puasa tapi mereka sering melakukan hal yang tidak baik,kan di Qur'an di jelaskan "Ash sholatu tanha anil faKhsya iwal Mungkar" apakah Alqur'an bohong !!!
oke kita bedah sedikit aja.
Kalau dalam pemrograman itu ada sintax yang salah variabelnya, isinya sama tapi variabelnya berbeda seperti gula 1 Kg dengan beras 1 Kg sama-sama 1 kg tapi isinya berbeda.
kamu melakukan shalat itu karena kewajiban kamu atau karena kebutuhan kamu?
Disini kelihatan arah tujuan shalat berbeda, kalau melaksanankan kewajiban maka mau gak mau senang gak senang sempat gak sempat harus di lakukan, meski suasana hati pikiran badan dan lingkungan kurang mendukung, hasilnya.... hanya sekedar "absen" saja, maka jangan kaget jika masih bisa di santet, pelet, ngepet juga masih suka berbuat kurang baik.
Tapi jika kamu melakukannya karena kebutuhan rohani kamu, maka hasilnya beda, seperti sepasang kekasih yang berjauhan tempatnya, ingin cepat bertemu dan rindu. kalau sudah seperti itu maka "Ash sholatu tanha anil faKhsya iwal Mungkar" itu akan benar ada di hati kamu dan Tuhan akan menjaga kamu siang dan malam 24x7 gratis.
*sedikit isi yang diambil dari buku, ALGORITMA DALAM SHALAT Ahsanu Taqwim S,Kom 2019.